IHRAM.CO.ID, BALI -- Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) menggelar acara Monolog Budaya dan Launching Buku Moderasi Beragama dalam tiga bahasa di Bali, Rabu (7/12). Kegiatan ini mengangkat tema "Internasional Seminar & Expose on Religious Harmony".
Kapuslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kemenag RI, Prof M Adlin Sila mengatakan, sejumlah perwakilan dari kedutaan negara sahabat turut diundang dalam acara ini, seperti keduataan Amerika Serikat, Australia, Arab Saudi, Mesir, dan China. Selain itu, lanjut dia, beberapa konsuler juga diundang untuk hadir dalam acara ini.
"Kita undang pada acara launching buku moderasi beragama dalam tiga bahasa. Bahasa Inggris, bahasa Arab dan Bahasa China," ujar Adlin Sila dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (8/12).
Kegiatan pra launching diisi dengan kegiatan monolog budaya yang diikuti sejumlah budayawan nasional, seperti KH D Zawawi Imron, Kedung Darma Romansha, dan Ni Nyoman Ayu Suciartini.
Adlin Sila menjelaskan, monolog budaya ini disebut sebagai hal penting dalam merefleksikan tentang hubungan agama dan budaya. Menurut dia, budaya dan agama meruapakan dua hal yang bisa diselaraskan.
"Banyak yang mungkin bertanya, monolog budaya itu apa sih? kalau melihat kamus bahasa Indonesia di situ disampaikan bahwa monolog itu adalah semacam cerita dari seseorang, apakah itu tokoh tentang refleksi bagaimana dirinya berhubungan dengan situasi yang mengitarinya," ucapnya.
Adlin merasa sangat bangga dan bahagia dengan kehadiran para tokoh-tokoh nasional yang mewakili insan-insan budaya di Nusantara. Karena, menurut dia, ketokohan para budayawan ini bisa menyuntikkan energi positif terhadap kelangsungan moderasi beragama di Indonesia.
"Kita tahu akhir-akhir ini seakan-akan budaya dan agama cenderung tidak bisa diselaraskan. Terkadang antara budayawan dan agamawan itu tidak bisa bertemu," kata Adlin.
Oleh karena itu, lanjut dia, kegiatan monolog budaya ini ingin mendengarkan cerita dari para budayawan nasional tentang bagaimana antara praktik-praktik agama itu bisa hidup selaras dengan kebudayaan setempat.
"Dan ini saya kira satu indikator di dalam penguatan moderasi agama yang selama dua tahun ini menjadi agenda utama Kementerian Agama, yaitu bagaimana menyelaraskan antara umat beragama dengan tradisi setempat," jelas Adlin.