REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Milisi Taliban di Pakistan menyatakan diakhirinya gencatan senjata selama sebulan yang diatur dengan bantuan Taliban Afghanistan. Kelompok ini menuduh pemerintah melanggar persyaratan termasuk perjanjian pembebasan tahanan dan pembentukan komite negosiasi.
"Sekarang biarkan rakyat Pakistan memutuskan apakah TTP atau tentara dan pemerintah Pakistan yang tidak mematuhi kesepakatan?" kata Taliban Pakistan atau Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP).
TTP adalah gerakan terpisah dari Taliban Afghanistan. Milisi ini telah berjuang selama bertahun-tahun untuk menggulingkan pemerintah di Islamabad dan memerintah dengan hukum syariah Islam sesuai dengan tafsiran mereka.
Gencatan senjata dimulai sejak bulan lalu dan berakhir pada Kamis (9/12) dengan kemungkinan diperpanjang jika kedua pihak setuju. Perjanjian ini adalah yang terbaru dari serangkaian upaya untuk menengahi penyelesaian untuk mengakhiri konflik yang telah menewaskan ribuan orang.
Penggulingan mengejutkan Taliban Afghanistan dari pemerintah yang didukung Barat pada Agustus memberikan dorongan baru pembicaraan tersebut. Namun, TTP menuduh Islamabad gagal untuk menghormati perjanjian gencatan senjata.
Pemerintah Pakistan dituduh belum membebaskan lebih dari 100 tahanan seperti yang dijanjikan dan belum menunjuk tim perunding untuk melakukan pembicaraan. Pasukan keamanan pun telah melakukan penggerebekan saat gencatan senjata berlaku.
"Dalam keadaan seperti ini, tidak mungkin untuk memajukan gencatan senjata," kata TTP.
TTP berhasil terkenal di Barat karena menyerang Malala Yousafzai yang merupakan siswi yang kemudian memenangkan Hadiah Nobel untuk karyanya mempromosikan pendidikan anak perempuan. Kelompok ini juga telah membunuh ribuan personel militer dan warga sipil selama bertahun-tahun dalam pengeboman dan serangan bunuh diri.
Salah satu serangan besar yang pernah terjadi pada 2014 di sebuah sekolah yang dikelola militer di Peshawar, dekat perbatasan dengan Afghanistan. Serangan ini menewaskan 149 orang termasuk 132 anak-anak.