IHRAM.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menggambarkan media sosial saat ini sebagai salah satu ancaman bagi demokrasi. Pemerintahnya berencana untuk mengejar undang-undang yang mengkriminalisasi penyebaran berita palsu dan disinformasi online meskipun hal ini mengundang kritik banyak kalangan.
“Media sosial yang digambarkan sebagai simbol kebebasan ketika pertama kali muncul, telah berubah menjadi salah satu sumber utama ancaman bagi demokrasi saat ini,” kata Erdogan dalam pesan video pada konferensi komunikasi yang diselenggarakan pemerintah di Istanbul dilansir dari The New Arab, Sabtu (11/12).
“Kami mencoba melindungi orang-orang kami, terutama bagian masyarakat yang rentan, dari kebohongan dan disinformasi tanpa melanggar hak warga negara kami untuk menerima informasi yang akurat dan tidak memihak," katanya.
Turki mengesahkan undang-undang yang mewajibkan platform media sosial yang memiliki lebih dari satu juta pengguna untuk memiliki perwakilan hukum dan menyimpan data di negara tersebut. Karena ini, perusahaan media sosial besar, termasuk Facebook, YouTube dan Twitter, telah mendirikan kantor di Turki.
Undang-undang baru akan membuat penyebaran pelanggaran pidana disinformasi dan berita palsu dapat dihukum hingga lima tahun penjara, menurut laporan media pro-pemerintah. Itu juga akan membentuk regulator media sosial.
Sebagian besar perusahaan media besar Turki berada di bawah kendali pemerintah. Ini meninggalkan media sosial sebagai saluran penting bagi suara-suara yang berbeda pendapat.
Freedom House’s Freedom dalam laporan yang diterbitkan pada September, mengkritik tindakan-tindakan di Turki. Mereka mencatat adanya penghapusan konten yang kritis terhadap pemerintah dan penuntutan orang-orang yang memposting komentar yang tidak disukai pemerintah di media sosial.