IHRAM.CO.ID, PARIS – Menteri Dalam Negeri Sayap Kanan Prancis Gerald Darmanin mengumumkan akan mengatur sebuah forum Islam awal tahun depan. Tindakan tersebut dilakukan untuk menyikapi cara umat Islam mempraktikkan keyakinan mereka.
Nantinya, pemerintah Prancis akan memilih antara 80 hingga 100 orang yang diajukan sebagai pemimpin agama, imam, dan anggota masyarakat sipil. Namun yang lebih penting, pemerintah seolah menekankan narasi negara bahwa Muslim dan Islam memiliki masalah di negara itu.
Pada tahun 2020 Presiden Prancis Emmanuel Macron menekan Dewan Ibadah Muslim Prancis (CFCM) untuk menandatangani "Piagam Nilai-Nilai Republik" dalam sebuah langkah yang menafikan populasi Muslim terbesar di Eropa sebesar 5,4 juta.
Selain itu, awal tahun ini, pemerintah Macron juga mendorong "Piagam Imam" yakni seperangkat prinsip yang akan mendefinisikan Islam Prancis. "Piagam Imam" berusaha mengontrol apa yang dapat dibicarakan masjid dalam khotbah mereka. Utamanya, jika mereka membahas seputar Islamofobia atau rasisme negara, yang dibantah oleh pemerintah Prancis sebagai masalah. Pidato di masjid yang dinilai bermusuhan dengan kebijakan luar negeri Prancis juga akan dilarang.
Kedua inisiatif pemerintahan Macron itu nyatanya gagal karena dianggap kurang memiliki legitimasi. Inisiatif terbaru yang akan diadakan pada Februari tahun depan akan mengakui kegagalan itu dan pemerintah Macron sekarang mencari pendekatan baru.
“Kami memiliki sesuatu yang sangat formal yang bekerja di sekitar CFCM,” kata pemerintah setelah pengumuman inisiatif tersebut.
Namun, CFCM telah lumpuh total selama setahun. CFCM yang didirikan pada tahun 2003 oleh Menteri Dalam Negeri Prancis Nicholas Sarkozy yang menjabat saat itu, sejak awal telah menjadi badan kontroversial tanpa kedudukan hukum. Namun, CFCM bertindak sebagai saluran antara negara Prancis dan penduduk Muslim.
Beberapa organisasi Muslim mengutuk upaya pemerintah Prancis untuk menginstrumentalisasi Islam setelah pengumuman itu. Masjid Agung Paris, sebuah badan yang dekat dengan pemerintahan Macron, berpisah dari CFCM setelah badan tersebut menolak untuk mengadopsi Piagam Imam negara bagian.
Awal tahun ini, Darmanin menyatakan ketidaksenangannya karena tidak dapat menutup lebih banyak masjid di negara ini. Selama setahun terakhir, Macron telah menutup 17 masjid karena melanggar undang-undang keamanan yang tidak jelas atau tidak memiliki standar keamanan yang tepat. Sebanyak 89 masjid tambahan juga berada di bawah pengawasan.
Dilansir TRT World, Rabu (15/12), isu seputar identitas dan Islam akan menjadi sorotan dalam pemilu tahun depan. Ada kekhawatiran yang berkembang di antara masyarakat sipil Prancis, organisasi hak asasi manusia internasional, dan Muslim lokal bahwa pemerintah Macron secara tidak proporsional menargetkan Muslim dalam upaya untuk menjilat pemilih sayap kanan dengan pemilihan presiden yang akan berlangsung satu tahun lagi.
Terlebih, munculnya tokoh-tokoh seperti kandidat presiden sayap kanan, seperti Eric Zemmour hanya akan mempolarisasi panggung politik Prancis. Kenaikan popularitas Zemmour yang merupakan penulis sayap kanan dan pakar TV, telah berada di peringkat keempat dalam jajak pendapat dengan 13 persen suara.
Pandangan Zemmour tentang Islam yang tidak sesuai dengan Prancis dan cara hidup Prancis telah bergema di publik Prancis. Sementara kandidat presiden sayap kanan lain, Marine Le Pen dan Zemmour memberikan suara 30 persen melawan 24 persen Macron.