IHRAM.CO.ID, JAKARTA— Ketua Rabithah Haji Indonesia Ade Marfudin memastikan, usulan Indonesia harus memiliki aset di Arab Saudi bukan hal yang baru. Rabithah telah mengusulkan hal itu sejak 18 tahun yang lalu tepatnya pada 2003.
"Gagasan pembangun itu 2003 sudah saya sampaikan," kata Ade Marfuddin saat berbincang dengan Republika.co.id melalui sambungan telepon, di Jakarta, Senin (27/12).
Bahkan kata Ade, usulannya ini sudah direspons legislatif dengan menerjunkan tim survei ke lokasi tanah di Makkah yang akan dibangun sebuah gedung haji untuk Indonesia. Proyek pembangunan itu dinamakan gedung terpadu haji Indonesia.
"Pada 2003 ini kita sudah mengukur tanah di Kurdai Arab Saudi. Jadi sudah sampai kepada tahap pengukuran tanah gitu loh," ujarnya.
Menurut Ade, jika sekarang pada 2021 ada pihak yang mengusulkan agar Pemerintah Indonesia mendekati Kerajaan agar bisa punya aset di Arab Saudi itu sebuah keterlambatan. Meski demikian usulan itu bagus dan perlu ditindaklanjuti. "Ya mendingan telat daripada tidak sama sekali," kata dia.
Ade mengatakan, gedung itu jika sudah jadi bakal diberi nama kawasan terpadu haji Indonesia. Di mana antara gedung satu dengan fasilitas dan keperluan para jamaah haji terintegrasi. "Terintegrasi dengan pemondokan haji Indonesia," katanya.
Ade menceritakan, ketika itu pihaknya bersama politisi dan pengusaha Fadel Muhammad sebagai pelopor pembangunan berangkat ke Arab Saudi untuk mengukur tanah. Ketika itu keduanya diundang oleh perusahaan lokal Kudai Group dan Darussalam Group namanya.
"Kita kesana dengan anggota dewan sudah mengukur tanah, dengan Pak Fadel Muhammad salah satu pelopor termasuk saya yang diajak yang diundang oleh Kurdai Grup, Darusallam Grup ke Arab Saudi untuk pembangunan di sana," katanya.
Sebelumnya, Pemerintah Arab Saudi memiliki peraturan perundang-undangan baru, di mana subjek hukum (orang atau badan hukum asing) boleh memiliki aset di kota suci di Arab Saudi.
Anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Bidang Investasi dan Kerjasama Luar Negeri, Hurriyah El Islamy, mengatakan peraturan itu dikenal Makkah Law namanya.
"Undang-undang baru yang disebut Makkah Law ini mengizinkan beberapa bentuk kepemilikan untuk warga atau lembaga asing termasuk instansi seperti BPKH," kata Hurriyah saat berbincang dengan Republika.co.id, Rabu (22/12) .