IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Pembagian harta warisan (faraidh) dalam Islam tidak boleh dilakukan sembarangan. Sebab ada hak dan juga kewajiban yang harus dipenuhi di dalamnya sebagaimana yang diatur di dalam syariat.
Lantas, kelompok dan siapa-siapa saja yang berhak menerima warisan atau disebut menjadi pewaris?
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjabarkan tiga kelompok pewaris yakni pewaris nasab, pewaris karena hubungan (mushaharah), dan pewaris karena hubungan antara tuan dengan majikan (mawali). Pewaris nasab adalah mereka yang mempunyai pertalian darah dengan sang mendiang, sedangkan pewaris mushaharah adalah mereka yang memiliki hubungan menantu-mertua.
Tentang pewaris nasab, para ulama bersepakat bahwa orang-orang furu’ atau anak-anak yang merupakan keluarga garis lurus ke bawah, dan ushul atau ayah, dan eyang laki-laki atau perempuan yang merupakan keluarga garis lurus ke atas.
Selanjutnya ialah keluarga yang sama-sama mempunyai hubungan darah dengan sang mendiang pada pokok keturunan terdekat, yaitu saudara-saudara lelaki maupun perempuan. Atau keluarga yang sama-sama mempunyai hubungan yang lebih dekat atau jauh pada pokok-pokok yang satu.
Yaitu paman-paman dan anak-anak paman, dan dari kelompok terakhir ini hanya anak-anak laki saja.