Kamis 10 Feb 2022 18:18 WIB

Jenderal Ukraina: Kami Siap Melawan

Militer Ukraina memulai latihan perang di wilayah utara negara itu.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Agung Sasongko
 Tentara Ukraina berlatih menggunakan rudal M141 Bunker Defeat Munition (SMAW-D) AS di tempat latihan militer Yavoriv, ??dekat Lviv, Ukraina barat, Jumat, 4 Februari 2022. AS menuduh Kremlin pada hari Kamis melakukan tindakan yang rumit. merencanakan untuk membuat serangan oleh pasukan Ukraina yang dapat digunakan Rusia sebagai dalih untuk mengambil tindakan militer terhadap tetangganya.
Foto:

Jenderal berusia 56 tahun itu mengungkapkan, saat ini jumlah pasukan Rusia di sekitar perbatasan Ukraina adalah sekitar 120 ribu tentara. Jumlahnya bakal meningkat sekitar 140 ribu jika personel angkatan laut dan angkatan udara Rusia turut dikerahkan.

Kendati demikian, hal itu tak membuat Syrskyi gentar. "Saya percaya pada prajurit Ukraina. Saya percaya pada angkatan bersenjata kami dan saya percaya pada kemenangan kami,” ujarnya menegaskan.

AS dan Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah menuding Rusia memiliki rencana untuk menyerang Ukraina. Dasar tuduhan itu adalah pengerahan lebih dari 100 ribu tentara Rusia ke perbatasan Ukraina. Meski Moskow telah membantah tudingan tersebut, Washington dan NATO tetap menegaskan bakal membela Kiev.

Hubungan Ukraina dengan Rusia telah memanas sejak Februari 2014, yakni ketika massa antipemerintah berhasil melengserkan mantan presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych. Dia dimakzulkan setelah gelombang demonstrasi berlangsung tanpa henti selama tiga bulan. Massa memprotes keputusan Yanukovych membatalkan kerja sama dengan Uni Eropa. Keputusan tersebut ditengarai akibat adanya tekanan Moskow. Rusia memang disebut tak menghendaki Kiev lebih dekat atau bergabung dengan Uni Eropa.  

 

Ukraina membentuk pemerintahan baru pasca-pelengseran Yanukovych. Namun Rusia menentang dan memandang hal tersebut sebagai kudeta. Tak lama setelah kekuasaan Yanukovych ditumbangkan, Moskow melakukan aksi pencaplokan Semenanjung Krimea. Kala itu terdapat kelompok pro-Uni Eropa dan pro-Rusia di Ukraina. Kelompok separatis pro-Rusia merebut sebagian besar dua wilayah timur Ukraina yang dikenal sebagai Donbass. Pertempuran pun berlangsung di sana. Hingga kini, ketegangan masih terjadi di wilayah tersebut. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement