REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Sekelompok organisasi hak asasi manusia (HAM), dalam sebuah pernyataan bersama menyebut, Israel menangkap 502 warga Palestina sepanjang Januari lalu. Warga yang ditangkap termasuk anak-anak dan wanita.
The Commission of Detainees and Ex-detainees' Affairs, the Palestinian Prisoners' Club, Addameer Prisoner Support and Human Rights Association, dan Wadi Hilweh Information Centre mengungkapkan, dari 502 warga Palestina yang ditangkap, 54 di antaranya adalah anak-anak, salah satunya berusia di bawah 12 tahun. Israel juga menangkap enam wanita.
"Jumlah tahanan Palestina di penjara Israel telah mencapai sekitar 4.500 pada akhir Januari, termasuk 34 wanita, 180 anak di bawah umur, dan sekitar 500 di bawah penahanan administratif," kata kelompok-kelompok HAM tersebut dalalm pernyataan bersama, dikutip Middle East Monitor, Jumat (11/2).
Menurut mereka, otoritas Israel juga terus membidik mahasiswa-mahasiswa Palestina dan kegiatan perkuliahannya. Pada 1 Februari lalu, Amnesty International menerbitkan laporan setebal 211 halaman yang menyatakan Israel telah mempraktikkan sistem apartheid terhadap rakyat Palestina.
Amnesty menyebut, temuannya didasarkan pada penelitian dan analisis hukum. Kasus-kasus yang dikaji antara lain penyitaan tanah dan properti warga Palestina oleh Israel, pembunuhan di luar hukum, pemindahan paksa, serta penolakan kewarganegaraan.
Amnesty International mengatakan, tindakan-tindakan Israel tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan sistem penindasan dan dominasi. Di sisi lain, hal tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dari apartheid.
“Kesimpulan kami mungkin mengejutkan dan mengganggu, dan memang seharusnya begitu,” ujar Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard dalam konferensi pers di Yerusalem awal bulan ini.
Dia mengatakan, beberapa pejabat di pemerintahan Israel mungkin akan menuding Amnesty International anti-Semit atau berusaha mengacaukan negara tersebut. Namun Callamard menegaskan bahwa tuduhan semacam itu tidak berdasar.
Merespons peluncuran laporan tersebut, Pemerintah Israel menuding Amnesty berusaha mengonsolidasikan dan mendaur ulang kebohongan. Tel Aviv menilai, laporan itu didesain untuk menuangkan “bensin” ke api antisemitisme. Sementara Palestina menyambut langkah Amnesty merilis laporan itu.
“Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Majelis Umum berkewajiban untuk mengindahkan bukti kuat yang disajikan oleh Amnesty serta organisasi HAM terkemuka lainnya dan meminta pertanggungjawaban Israel atas kejahatannya terhadap rakyat Palestina, termasuk melalui sanksi,” kata Kementerian Luar Negeri Palestina.