IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Komnas Haji dan Umroh, Mustolih Siradj, mengharapkan kenaikan biaya haji akan seimbang dengan layanan yang diberikan kepada jamaah. Hal ini ia sampaikan menyusul pengumuman usulan biaya haji oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, yang mencapai angka Rp 45 juta.
"Kalau biaya naik, harus dibarengi dengan peningkatan layanan dan perlindungan kepada jamaah. Jangan sampai terlalu banyak fokus pada biaya kesehatan, namun yang lainnya jadi terlupakan," kata dia saat dihubungi Republika, Rabu (16/2).
Dalam pandangannya, ia menilai Kementerian Agama menggunakan skenario pelaksanaan haji yang masih menjalankan protokol kesehatan ketat. Atas dasar alasan tersebut, meningkatnya biaya haji tidak bisa terhindarkan terlebih di sektor kesehatan.
Tak hanya itu, kenaikan harga juga terjadi pada sektor lain, seperti avtur, hotel atau akomodasi, serta makan atau katering. Di sisi lain, pemerintah Indonesia juga perlu mempertimbangkan pajak-pajak yang diterapkan oleh Kerajaan Arab Saudi.
"Sinyal kenaikan seperti ini pernah disampaikan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, yang menggunakan bahasa rasionalisasi biaya haji. Rasional atau tidaknya, harus menggunakan patokan kekinian harga atau biaya yang diperlukan," lanjutnya.
Mengacu pada pembiayaan pada 2018 dan 2019, kenaikan biaya haji mencapai Rp 10 juta. Pada tahun-tahun tersebut, rerata biaya haji ada di angka Rp 35juta, dengan penyesuaian mengikuti embarkasi atau lokasi keberangkatan jamaah.
Dengan selisih angka ini, ia menyebut harus dilakukan perincian (breakdown), apakah angka tersebut menjadi angka tertinggi atau masih bisa berubah.
Selanjutnya, ia menyoroti pembayaran biaya haji tersebut, apakah sepenuhnya ditanggung oleh jamaah atau dari bagi hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Opsi lainnya, biaya tersebut dibagi dua antara jamaah dan BPKH.
"Dengan setoran awal jamaah Rp 25juta, berarti ada Rp 20juta yang harus dibayarkan. Tapi perlu dipikirkan, jika bagi hasil terlalu besar nantinya juga akan menimbulkan risiko. Hal ini bisa mempengaruhi dan menekan keuangan haji yang ada," ucap dia.
Kementerian Agama sebelumnya menyebut jamaah haji yang akan diprioritaskan keberangkatannya adalah mereka yang telah membayar lunas haji 2020. Mustolih juga mempertanyakan skema pembayaran haji mereka, mengingat masih ada kekurangan dari yang mereka setorkan sebelumnya.
Terakhir, kenaikan biaya haji dinilai bisa menekan calon jamaah haji Indonesia, mengingat kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya dari pandemi. Respon dari masyarakat terutama calon jamaah haji harus benar-benar diperhatikan.
"Haji ini ibadah yang perlu memperhatikan banyak hal, termasuk kemampuan ekonominya. Kenaikan biaya memang suatu keniscayaan yang tidak bisa dibantah, tapi perlu melihat aspek keterjangkauan jamaah kita saat ini," kata dia.