IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Sejak diberlakukan perjanjian Hudaibiya, Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya bisa memasuki Mekkah dan berziarah ke Ka’bah untuk umroh.
"Atas dasar itu Nabi Muhammad lalu memanggil orang agar bersiap-siap untuk berangkat melakukan ‘umrat’l-qadza, (umrah pengganti) yang sebelum itu telah teralang," tulis Husen Heikal dalam bukunya Sejarah Muhammad.
Dengan adanya ajakan itu, sudah dapat memperkirakan betapa kaum Muslimin menyambut panggilan itu. Ada di antara mereka kaum Muhajirin yang sudah tujuh tahun meninggalkan Makkah, kaum Anshar yang sudah memang punya hubungan dagang dengan Makkah dan sudah rindu sekali hendak berziarah ke Kabah.
"Oleh karenanya anggota rombongan itu telah bertambah sampai 2 ribu orang dari 1.400 orang pada tahun yang lalu," katanya.
Sesuai dengan isi perjanjian Hudaibiyah tidak seorang pun dari mereka dibolehkan membawa senjata selain pedang tersarung. Tetapi Nabi Muhammad masih selalu kuatir akan adanya pengkhianatan.
Seratus orang pasukan berkuda di bawah komando Muhammad bin Maslama disiapkan berangkat lebih dulu dengan ketentuan jangan melampaui Makkah, dan bila sampai di Marr’z-Zahran supaya mereka menyusur ke sebuah wadi tidak jauh dari sana. Ternak kurban itu digiring oleh kaum Muslimin di depan mereka, terdiri dari 60 ekor unta, didahului oleh Nabi Muhammad di atas untanya sendiri alQashwa’.
"Mereka berangkat dari Madinah dengan hati yang damba hendak memasuki Umm’l-Qura (Makkah) dan bertawaf di Baitullah," katanya.