IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Seorang pria berperawakan kecil terlihat tiba di koridor Asrama Haji Embarkasi Surabaya, Rabu (8/6). Ia begitu gesit dan bersemangat bersama jamaah haji lainnya, tak ketinggalan aura bahagia yang terpancar jelas dari wajah keriputnya.
Ia adalah Mohammad Djaelani, jamaah haji yang tergabung dalam kelompok terbang (Kloter) 7 Embarkasi Surabaya. Bapak dari tiga orang putra asal Saradan Madiun ini tak menyangka doa yang selalu ia langitkan akhirnya berwujud nyata.
Djaelani bukanlah pekerja kantoran yang mendapatkan penghasilan tetap setiap bulannya. Ia harus mengumpulkan rupiah demi rupiah melalui tetesan keringat sebagai seorang kuli bangunan, demi mewujudkan harapannya menunaikan rukun Islam kelima.
"Saya ini orang miskin, tidak ada bayangan saat itu untuk bisa naik haji. Wong buat makan aja saya mesti susah payah jadi kuli bangunan," uja Djaelani dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Jumat (10/6/2022).
Pada 1980, Djaelani mulai mengais rejeki di perantauan sebagai kuli bangunan. Meski tak tentu penghasilan yang bisa ia dapatkan, ia tak pernah lupa menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk ditabung.
Memasuki 2007, uang tabungannya telah terkumpul sebanyak Rp 5 juta. Akhirnya uang tersebut ia gunakan untuk membeli sapi.
Dua tahun berlalu, Djaelani menjual sapinya seharga Rp 8 juta. Dari hasil penjualan tersebut ia belikan tanah seharga Rp 10 juta, dengan mencari pinjaman bank untuk menutupi kekurangannya.
Di saat itu, keinginan pria berusia 62 tahun ini untuk pergi haji makin membuncah. Ia bernazar dalam hati, bila ada yang mau membeli tanahnya, maka uangnya akan digunakan untuk mendaftar haji.
Ternyata, keinginan kuat Djaelani untuk berhaji didengar dan dikabulkan oleh Sang Mahapengasih. Ketika Allah SWT sudah berkehendak, maka jadilah. Seorang dermawan mau membeli tanah Djaelani seharga Rp 25 juta.
"Tanah saya, yang harganya 10 juta, tidak pakai ditawar langsung dibeli seharga 25 juta. Alhamdulillah, uangnya pas buat daftar haji," lanjutnya.
Setelah itu, keberuntungan seolah-olah berpihak padanya. Seorang nadzir desa menawarinya untuk membantu tugas modin desa dalam mengurus jenazah. Ia pun melakoni tugas tersebut dengan tetap menjalani pekerjaannya sebagai kuli bangunan.
"Jadi modin ngurus jenazah, ya kerja seikhlasnya, bayaran seikhlasnya dari Gusti Allah. Saya juga masih tetap kerja bangunan," ucap dia.
Djaelani pun tak menutup mata untuk biaya pelunasan hajinya. Ia kembali menabung untuk membeli sapi yang bar.u
Ia pun menyebut, uang untuk melunasi biaya haji ia dapatkan dari menjual sapi tersebut. Karena itu, saat ini ia menyebut tak lagi memiliki sapi yang bisa diternak.
Di akhir perbincangan, lelaki beruban ini menuturkan hal yang paling utama dalam mendaftar ibadah haji adalah memiliki keinginan yang sangat kuat. “Insya Allah, jika niat sudah bulat, Allah akan bukakan jalan dari pintu mana saja, bahkan yang tidak terduga sekalipun,” tuturnya.