IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Hingga beberapa waktu lalu, Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) masih mengalami ketidakpastian akan terbitnya visa mujamalah atau furada. Namun, kini persoalan tersebut setidaknya mencapai titik terang.
Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (SAPUHI) Syam Resfiadi menyebut pihaknya telah menerima kabar terkait pengajuan identitas pengguna (user id) di sistem e-Hajj.
"Alhamdulillah dari partner Sapuhi sudah meminta akan memberikan user id untuk di-issued di sistem e-Hajj," kata dia dalam pesan yang diterima Republika, Ahad (26/6/2022).
Meski demikian, ia menyebut sampai saat ini belum diketahui berapa banyak jamaah yang bisa berangkat dengan menggunakan visa ini. Perhitungan total jamaah baru bisa diketahui jika visa sudah keluar.
Di sisi lain, Syam juga menyebut dengan waktu yang pendek ini maka semua persiapan bergeser dari jadwal semula. Ia mengkhawatirkan justru muncul masalah baru untuk mendapatkan tiket penerbangan.
"Mereka (maskapai) juga kesulitan karena biaya sudah dikeluarkan dengan kedatangan ke Indonesia. Makanya dikenakan biaya sekali jalan saja," lanjutnya.
Menurutnya, hal ini akan berbeda jika maskapai yang digunakan sudah berada di Indonesia, seperti maskapai Garuda Indonesia. Jika menggunakan maskapai dari dalam negeri, kemungkinan tidak ada biaya lain yang dikeluarkan untuk menyiapkan pesawatnya di Indonesia.
Lebih lanjut, ia juga menyebut kuota tambahan 10.000 jamaah yang diberikan oleh Kerajaan Saudi kepada Indonesia cukup sulit jika digunakan untuk jamaah haji khusus. Hal ini menyusul keputusan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan kuota tersebut dan meminta agar diberikan untuk mujamalah.
Pemerintah Indonesia disebut tidak memilih untuk terlebih dahulu mengambil kuota tersebut dan diurus di dalam negeri, namun justru mengembalikan dan mengusulkan diurus di negara asal. Langkah ini disebut sedikit tidak nyaman bagi negara pemberi kuota atau Saudi.
"Sudah diberi, tapi dikembalikan, kemudian minta usulan. Agak sulit secara administrasi di sini untuk bisa melakukan hal itu, terlebih dengan tata krama seperti ini. Seandainya diterima dulu dan diselesaikan di Indonesia, itu lain persoalan," ujarnya.