Kamis 14 Jul 2022 09:39 WIB

Jamaah Haji Sulawesi Selatan Diwisuda dengan Adat Bugis Mapatoppo

Budaya Mapatoppo penuh nilai agama.

Jamaah calon haji menggunakan fasilitas golf car di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (16/6/2022). Kendaraan yang berbahan bakar listrik dengan kapasitas lima orang  tersebut merupakan kendaraan operasional jamaah calon haji selama di asrama. Jamaah Haji Sulawesi Selatan Diwisuda dengan Adat Bugis Mapatoppo
Foto: ANTARA/Abriawan Abhe
Jamaah calon haji menggunakan fasilitas golf car di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (16/6/2022). Kendaraan yang berbahan bakar listrik dengan kapasitas lima orang tersebut merupakan kendaraan operasional jamaah calon haji selama di asrama. Jamaah Haji Sulawesi Selatan Diwisuda dengan Adat Bugis Mapatoppo

IHRAM.CO.ID, MAKKAH -- Sejumlah jamaah haji dari Sulawesi Selatan menjalani prosesi 'wisuda' dengan adat Bugis yang disebut Mapatoppo setelah mereka menyelesaikan rangkaian ibadah haji 2022.

"Pesan dari acara ini sangat bagus sekali, walaupun ini budaya, tapi penuh nilai agama," kata Ketua Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Tahun 2022 Arsad Hidayat, saat menghadiri acara Mapatoppo di hotel jamaah di Sektor 2 Syisyah, Makkah, Rabu (13/7/2022).

Baca Juga

Beberapa haji duduk berjejer dan satu per satu dipakaikan peci di kepala mereka sambil berdoa berharap menjadi haji mabrur. Prosesi budaya yang biasa dilakukan oleh masyarakat Sulawesi Selatan, adat Bugis dan Makassar tersebut, seperti acara wisuda seseorang yang tadinya belum berpredikat haji menjadi haji, dengan memasangkan peci atau kopiah haji atau kerudung pada jamaah haji laki-laki dan perempuan.

Arsad mengatakan pesan yang disampaikan melalui adat Mapatoppo tersebut, yaitu ada proses transformasi dari seseorang yang sebelumnya bukan haji menjadi seorang haji. "Tentu ada proses transformasi, nah ini sama ada kesesuaian dengan pesan haji mabrur. Haji mabrur itu orang-orang mendapatkan predikat dari Allah SWT yang setelah proses haji itu banyak sekali perubahan-perubahan dalam perilaku hidupnya, dalam akhlaknya, dalam kebiasaan, dalam kesehariannya," katanya.

 

Pemakaian peci hanya sebuah simbol dari proses transformasi yang diharapkan ke arah yang lebih baik, dari yang sebelumnya biasa-biasa saja menjadi luar biasa. "Bapak yang sebelumnya tidak pernah dipandang oleh sekitarnya sekarang menjadi orang yang sangat dipandang, maka perilaku yang dilakukan bapak-bapak dalam acara tersebut harus menjadi barometer dalam kebaikannya, dalam silaturahimnya, dalam kebiasaannya melaksanakan sholat berjamaah," kata Arsad.

Begitu pula dalam menginisiasi perbuatan kebaikan, seperti berinfak, kerja sosial, membantu orang yang dalam kesulitan, menurut Arsad, hal-hal tersebut yang ingin disampaikan dalam acara Mapatoppo tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement