IHRAM.CO.ID, BADUNG -- Sebanyak 276 juta orang di dunia menghadapi kerawanan pangan akut saat ini. Jumlah ini meningkat dua kali lipat sejak 2019 sebelum pandemi Covid-19, yakni 135 juta orang, berdasarkan catatan Program Pangan Dunia.
"Ada urgensi dimana krisis pangan harus ditangani," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Pembukaan Pertemuan Ketiga Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (3rd FMCBG) G20 Indonesia 2022 di Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (15/7/2022).
Ia menjelaskan peningkatan risiko keamanan pangan yang mengkhawatirkan merupakan dampak perang di Ukraina dan sanksinya, serta pembatasan ekspor yang memperburuk dampak pandemi sehingga telah mendorong harga pangan mencapai rekor tertinggi. Peningkatan harga pangan mendorong tambahan jutaan orang ke dalam keadaan kerawanan pangan.
Oleh karenanya, terdapat urgensi dimana krisis pangan harus ditangani. Menurut Sri, penyebaran mekanisme pembiayaan yang lebih tersedia segera diperlukan untuk menyelamatkan nyawa dan memperkuat stabilitas keuangan dan sosial. Selain itu, kebijakan ekonomi makro yang baik juga menjadi penting secara fundamental, karena telah membantu banyak negara dalam menghadapi krisis.
Tak hanya pangan, komoditas yang sangat penting dan melonjak harganya saat ini salah satunya adalah energi, yang menjadi tantangan besar. Ia menuturkan lanskap energi global telah diubah atau dibentuk kembali secara radikal. Harga komoditas energi pun meroket.
"Saya yakin Anda semua sebagai Menteri Keuangan sekaligus Gubernur Bank Sentral melihat ini sebagai ancaman bagi stabilitas makro ekonomi kita, serta lingkungan yang kondusif bagi kita untuk mempertahankan pemulihan," ungkapnya.
Bank Dunia, kata dia, memperkirakan harga minyak mentah naik 350 persen dari April 2020 hingga April 2022. Peningkatan ini merupakan yang terbesar untuk periode dua tahun sejak 1997.
Pada Juni 2022, terdapat pula kenaikan harga gas alam di Eropa sebesar 60 persen hanya dalam dua minggu. Kekurangan bahan bakar pun sedang berlangsung di seluruh dunia dan memiliki implikasi politik dan sosial yang besar di Sri Lanka, Ghana, Peru, Ekuador, dan di tempat lain.
Dirinya menjelaskan, kelangkaan ini terjadi lantaran harga gas yang tinggi benar-benar menjadi masalah yang mengancam pemulihan ekonomi. "Dunia berada di tengah krisis energi global," tambah Sri Mulyani.