IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup (LPLH) MUI, Hidayat Tri Sutardjo, mengatakan, umat Islam di Indonesia ini harus menjadi pemimpin terutama dalam solusi penanganan perubahan iklim. Umat Islam di Indonesia jumlahnya sangat banyak. Sehingga mau tidak mau harus menjadi pemimpin untuk menangani masalah isu-isu lingkungan.
"Yang dibahas di dalam (Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari) ada tiga isu besar, pertama tentang kaum milenial yang akan mengemban amanah iklim ke depan, kedua tentang bagaimana mitigasi dan adaptasi bencana akibat terjadi perubahan iklim, ketiga tentang dampak dan solusinya tentang pembangunan berkelanjutan dan perubahan iklim," kata Hidayat kepada Republika di sela-sela kongres di Masjid Istiqlal, Kamis (28/7/2022).
Ia mengatakan, sebagaimana diketahui bersama ke depan Conference of The Parties (COP) ada di negara Muslim yakni Uni Emirat Arab (UEA). Sehingga mau tidak mau umat Islam harus menjadi pemimpin dunia, bukan hanya pemimpin Indonesia, tapi pemimpin dunia dalam hal penanganan perubahan iklim.
Divisi Humas dan Kerjasama Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini mengatakan, hasil kongres ini akan diserahkan ke pemerintah. Sebab tidak bisa mengatasi perubahan iklim kalau tidak menggandeng pemerintah.
"Pertanyaan selanjutnya apakah sudah cukup yang dilakukan oleh pemerintah dan pemimpin politik kita saat ini? Saya berkesimpulan belum cukup sehingga perlu ada kongres ini, sehingga kongres ini akan menghasilkan sesuatu dan hasil kongresnya akan kita bawa kita serahkan," ujarnya.
Hidayat menegaskan, dalam penanganan perubahan iklim, pemerintah saja tidak cukup. Artinya penanganan perubahan iklim itu tidak bisa hanya ditangani oleh pemerintah saja. Masyarakat juga harus mampu menangani perubahan iklim.
Menurutnya, kalau masyarakat sudah menangani perubahan iklim dengan baik, maka pemerintah tinggal melakukan motivator saja. Justru masyarakat yang penting menjadi ujung tombaknya.
"Contoh kasus sederhana, soal penanganan sampah, kalau masyarakat bisa menangani dengan baik sampah organik dan non organik itu TPA tidak ada, tetapi jumlah sampah yang masuk ke TPA semakin hari semakin bertambah," ujarnya.
Untuk diketahui, "Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari" digelar pada 28-29 Juli 2022. Kongres ini diinisiasi Majelis Ulama Indonesia (MUI), Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Republika, Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Istiqlal Global Fund (IGF).
Kongres ini merupakan forum bagi para pemimpin, organisasi kemasyarakatan, dan gerakan lintas entitas untuk berdiskusi serta menjawab tantangan perubahan iklim. Format acara kongres ini berupa serangkaian diskusi kolaboratif, yang menghadirkan perwakilan dari berbagai ormas dan lembaga Islam di Indonesia.
Inisiatif kongres ini dimulai dengan serangkaian penelitian dan jajak pendapat pada akhir 2021. Selanjutnya, pada Mei 2022, kolaborator kongres ini telah mengadakan tiga grup diskusi terarah yang berfokus pada anak muda sebagai pemimpin perubahan iklim, bencana sebagai proksi perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan yang berkeadilan, terutama keterkaitan ketiganya dengan umat Islam.
Rangkaian acara tersebut kemudian disusul oleh kongres untuk menyepakati isi-isi komitmen yang berbentuk seruan oleh berbagai organisasi Islam dan pemangku kepentingan lainnya pada Kamis (28/7/2022). Kesepakatan yang diberi nama "Risalah Umat Islam untuk Indonesia Lestari" tersebut kemudian akan dibacakan di Masjid Istiqlal pada Jumat (28/7/2022).