IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Umrah dan Haji Khusus (UHK) Kementerian Agama (Kemenag) Nur Arifin mengatakan pemerintah Arab Saudi memberlakukan sejumlah kebijakan baru dalam penyelenggaran umroh 1444 Hijriyah. Kebijakan itu diorientasikan sebagai bagian dari tahapan implementasi visi Saudi 2030.
Arifin mengatakan, beberapa kebijakan itu antara lain tidak ada batasan kuota umroh. Selain itu, berumroh juga tidak harus menggunakan visa umroh, bisa dengan jenis visa lainnya. Proses permohonan visa juga tidak harus melalui provider di Indonesia, Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) bisa langsung berhubungan dengan provider Saudi.
"Kebijakan Arab Saudi dalam penyelenggaraan umroh juga mengarah pada skema bussiness to customer atau B to C," kata Arifin dalam siaran pers yang diterima Republika, Rabu (21/9/2022).
Ia mengatakan, kebijakan ini perlu direspons dan dimitigasi jika berpotensi memunculkan persoalan dalam penyelenggaraan umroh di Indonesia. Termasuk perlu dibahas juga, sejumlah persoalan dalam negeri. Misalnya, masalah vaksin meningitis yang sempat muncul di Surabaya, serta mahalnya harga tiket.
"Detail-detail persoalan ini dibahas bersama dalam FGD (bersama PPIU membahas mitigasi umroh 1444 H) untuk mendapat rekomendasi perbaikan ke depan," pesannya.
Kasubdit Pengawasan Umrah Kemenag Noer Alya Fitra yang akrab disapa Nafit, menambahkan, FGD berlangsung produktif dan sejumlah persoalan yang muncul, dibahas komprehensif untuk merumuskan solusi bersama. Terkait skema B to C, FGD menyepakati bahwa sesuai amanah regulasi mengharuskan penyelenggaraan ibadah umroh wajib melalui PPIU.
"Kemenag dan PPIU akan melakukan sosialisasi intensif terkait regulasi ini," ujar Nafit.
Terkait keterbatasan vaksin meningitis, kata Nafit, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah merespons antara lain dengan upaya realokasi distribusi ketersediaan vaksin meningitis sesuai dengan sebaran populasi jamaah umroh per provinsi dan percepatan pengadaan vaksin baru yang akan tersedia dalam waktu dekat.
Berikut hasil diskusi FGD Kemenag dengan Asosiasi PPIU terkait Mitigasi Risiko Permasalahan Umroh 1444 Hijriyah.
1. Penyelenggaraan ibadah umroh harus sesuai dengan regulasi pada UU Nomor 8 Tahun 2019 dan UU Nomor 11 Tahun 2020, bahwa Perjalanan Ibadah Umrah Wajib Melalui PPIU. Hal tersebut sebagai bahan penguatan diplomasi penyelenggaraan ibadah umroh dengan pihak pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
2. Ketentuan tentang penyelenggaraan ibadah umroh wajib dilakukan oleh PPIU, perlu disosialisasikan secara intensif dan masif oleh pemerintah bersama PPIU.
3. Terkait dengan keterbatasan ketersediaan vaksin, Kemenkes RI memberikan respons sebagai berikut:
a. Merelokasi ketersediaan vaksin meningitis saat ini dengan mendistribusikan vaksin sesuai dengan sebaran jamaah umroh pada masing-masing provinsi.
b. Melakukan percepatan penyediaan vaksin meningitis sebanyak 220 ribu vaksin yang rencananya akan tersedia pada Oktober 2022.
c. Bekerja sama dengan produsen untuk memproduksi secara mandiri vaksin meningitis di dalam negeri.
d. Berkoordinasi dengan ITAGI (Komite Penasihat Ahli Imunisasi Indonesia) terkait dengan rekomendasi dan kajian terkini tentang vaksinasi, antara lain mengusulkan memperpanjang waktu masa lindung vaksin dari 2 tahun menjadi 3-5 tahun (sesuai merk vaksin).
4. Perlu dibuatkan regulasi (SOP) pemberangkatan jamaah umroh 1444 Hijriyah yang dengan melibatkan seluruh stakeholder umrah.
5. Perlu kesepakatan antara maskapai dengan PPIU untuk mengatur komponen penerbangan umrah dengan melibatkan pihak Komite Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), serta Lembaga Perlindungan Konsumen Penerbangan dan Pariwisata.