IHRAM.CO.ID, Nuruddin Mahmud (1118-1174 M) sangat menghayati perannya sebagai seorang pemimpin Muslim. Putra pendiri Dinasti Zankiyah itu bukanlah penguasa yang larut dalam ambisi pribadi. Baginya, kekuasaan hanyalah alat untuk mencapai tujuan yang luhur, yakni kebangkitan umat Islam.
Sejak awal abad ke-12, daulah Islam mengalami agresi yang datang dari arah barat. Pasukan Salib pada 1099 tiba dan merusak kedamaian. Mereka mencaplok sejumlah wilayah Muslimin di Mediterania timur, termasuk tanah suci Baitul Makdis. Bahkan, beberapa raja Kristen berambisi pula merebut Makkah dan Madinah.
Begitu menjadi sultan Zankiyah, Nuruddin langsung menerapkan berbagai strategi dalam menyusun kekuatan Muslimin. Ia pertama-tama berfokus pada per atuan umat. Sebab, masalah penting saat itu bukanlah sedikitnya orang Islam dibandingkan pasukan Salib. Kemenangan musuh, di satu sisi, menandakan bahwa jumlah yang banyak tidak akan berarti tanpa diorganisasi secara matang.
Di sisi lain, Nuruddin juga meyakini bahwa aspek mental tidak kurang pentingnya. Kaum Muslimin perlu ditempa wataknya agar tangguh dan berani. Ia tidak ingin mereka terjangkit penyakit-hati yang sudah diperingatkan Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis, yakni wahn--cinta dunia dan takut mati.
Karena itu, pemimpin berkebangsaan Turki itu mencurahkan perhatian yang begitu besar pada dunia pendidikan.