Rabu 28 Sep 2022 15:50 WIB

Menelusuri Sepenggal Sejarah Arab-Paris

Adakah yang masih tersisa dari hubungan di masa lalu itu?

Masjid Agung Paris

Pada era Perang Dunia II, ketika Nazi menguasai Prancis, masjid ini berfungsi sebagai tempat berlindung warga Muslim di Prancis, begitu juga warga pribumi. Bahkan, masjid agung ini memberikan akta lahir Muslim palsu untuk anak-anak Yahudi agar bisa menyeberang ke negara-negara Arab dengan aman dan selamat dari kejaran Nazi.

Hubungan Arab-Paris bukan hanya tergambar di rumah-rumah ibadah, melainkan juga di beberapa tempat di sudut-sudut Paris. Salah satunya, Institut du Monde Arabe yang menawarkan beragam program budaya Arab untuk kalangan segala usia dan dibuka sepanjang tahun.

Gedung yang mencangkup museum seni, ruang konser, perpustakaan, pusat penelitian, pusat bahasa, restoran, toko buku, banyak ruangan lainnya ini menjadi tempat yang tepat untuk menikmati kekhasan budaya Arab sembari ditemani pemandangan kota Paris yang indah.

Tempat ini menawarkan berbagai pi lihan buku, musik, dan cendera mata di toko buku lantai dasar. Pengunjung juga bisa menikmati hidangan khas Timur Tengah dan Afrika Utara di sebuah restoran yang ada di lantai sembilan gedung ini.

Sebagian besar orang Arab di Paris berasal dari Maghreb, kelompok negara-negara di Afrika Utara, tepatnya dari Libya ke arah ba rat. Terkadang, Paris bahkan digambarkan sebagai ibu kota Arab di Eropa mengingat begitu banyaknya mahasiswa, penulis, dan seniman Arab yang datang dan menetap Paris pada awal abad ke-20.

"Di sana dan di Kairo, pemikiran liberal Arab memiliki pijakan awalnya,'' tulis Fouad Ajami dalam bukunya The Dream Palace of the Arabs yang terbit pada 1998.

Kebebasan berpikir yang ditawarkan Prancis menjadi sesuatu yang sangat menarik dan tidak disia-siakan oleh sejumlah orang Arab. Tak aneh jika populasi imigran Arab di Prancis semakin meningkat, disusul berdiri nya penerbit, majalah, surat kabar, dan buku berbahasa Arab di negeri itu.

"Bagi orang-orang Timur, Paris selalu men jadi modal intelektual," kata Nicolas Beau, penulis buku Paris, Capitale Arabe

sumber : Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement