Jumat 28 Oct 2022 16:45 WIB

Keunikan Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Masjid ini memiliki banyak keunikan.

Muslim traveller Mira Achiruddin di depan gerbang Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon.
Foto: Dok Mira Achiruddin
Muslim traveller Mira Achiruddin di depan gerbang Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon.

IHRAM.CO.ID, Nah, bicara tentang sejarah perkembangan Islam di Cirebon, Masjid Agung Sang Cipta Rasa tentu tak boleh dilewatkan. Masjid ini dibangun pada 1480. Adalah Sunan Gunung Djati (Sultan Carbon atau Cirebon I di Keraton Kasepuhan) yang memimpin pembangunan.

Ia lalu menunjuk Sunan Kalijaga dan Raden Sepat sebagai arsiteknya. Raden Sepat adalah arsitek Majapahit yang menjadi tawanan Perang Demak-Majapahit. Sejarah juga mencatat, pembangunan masjid ini melibatkan 500 orang yang sebagian didatangkan khusus dari Majapahit dan Demak.

Baca Juga

Saat ini, Masjid Agung Sang Cipta Rasa berada di sisi barat alun-alun Keraton Kasepuhan, Cirebon. Dari luar, masjid ini mudah dikenali dari pagarnya yang terbuat dari tumpukan batu ber warna merah bata.

Sekilas, bangunan itu seperti menyatu dengan bangunan keraton karena memiliki atap tumpuk biasa. Tetapi, jika di amati lebih dekat, bangunan itu adalah sebuah masjid bernama Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Masjid yang berlokasi di Jalan Ke raton Kasepuhan 43, Kelurahan Kesepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon ini, dikenal juga dengan nama Masjid Agung Cirebon.

Masjid ini memiliki banyak keunikan. Dari sisi nama, misalnya, masjid ini sangat berbeda dibanding nama masjid-masjid lainnya yang lebih mengadopsi nama-nama Arab. Nama masjid diambil dari kata “sang” yang bermakna keagungan, “cipta” yang berarti dibangun, dan “rasa” yang artinya digunakan.

Berbeda pula dari masjid pada umumnya, Masjid Agung Sang Cipta Rasa tak memiliki kubah dan menara. Atap masjid ini berbentuk prisma atau limasan seperti atap di rumah-rumah Jawa. Sentuhan atap tumpuk juga terlihat pada bangunan utama masjid.

Keunikan lain masjid ini seperti dijelaskan dalam laman www.wisatamelayu. com adalah gaya arsitekturnya yang merupakan paduan dari berbagai budaya dan etnik. Ada sentuhan budaya Hindu dan Islam yang berbaur dengan sentuhan etnik Demak, Majapahit, dan Cirebon.

Ciri khas budaya Hindu tampak dari karakter bangunan yang mirip candi pada gerbang atau gapura masjid. Gerbang ini dibuat dari tumpukan batu yang tertata rapi secara vertikal, seperti pada pintupintu candi. Bentuk yang mengadopsi budaya Majapahit dan Hin du ini dimaksudkan untuk menarik perhatian masyarakat Cirebon yang kala itu masih hidup dalam budaya Hindu yang kuat.

Di bagian depan masjid terdapat kayu ukir b ertuliskan hurufhuruf Arab. Tak lekang dimakan waktu, ukiran halus ini tetap memancarkan keindahannya meski telah berusia ratusan tahun.

Secara umum, Masjid Agung Sang Cipta Rasa memiliki dua jenis ruangan. Yaitu, bagian beranda dan ruangan utama. Beranda terletak di ketiga sisi masjid, yaitu di bagian depan, samping kanan, dan sam ping kiri. Bagian ini ditopang oleh pilar-pilar kayu beraksen ukiran sulur-sulur.

Sementara itu, ruangan utama masjid, seperti tertulis di laman thearoengbinangproject.com, nyaris tak terlihat dari beranda karena dibatasi oleh tembok-tembok tinggi. Untuk mengakses ruang utama tersedia sembilan lubang pintu kecil yang posisinya lebih rendah dari tinggi manusia pada umumnya. Hal ini dimaksudkan agar jamaah merendahkan diri ketika berada di masjid ini. Lantas, me ngapa pintu kecil itu berjumlah sembilan? Itu melambangkan jumlah wali, yakni sembilan orang.

Ruang utama masjid dirancang oleh Raden Sepat. Ruangan utama ini berbentuk bujur sangkar seluas 400 meter persegi, tempat di mana imam berdiri menghadap ke barat dengan kemiringan 30 derajat arah barat laut.

Ragam hias ukiran berbentuk bunga teratai yang konon dibuat oleh Sunan Kalijaga bisa ditemui pada bagian mihrab. Di mihrab ini pula terdapat tiga buah ubin bertanda khusus yang melambangkan tiga ajaran pokok agama, yaitu iman, Islam, dan ihsan.

Keunikan juga tampak di langit-langit ruang utama. Di sana tampak balok-balok kayu yang sa ling menopang dan berpotongan satu dan lainnya. Memang tampak rumit, tapi untaian kayu ini sangat kuat untuk menopang atap masjid. Bagian atap utama disangga oleh empat buah pilar kayu berdiameter besar. Sementara bagian atap lainnya juga ditopang oleh kayu berdiameter sama.

Seluruh pilar penopang di masjid ini memang terbuat dari kayu. Hanya, di bagian bawah pilar diperkuat oleh fondasi beton. Ada pula pilar yang disangga pelat baja karena pilar itu dibuat oleh Sunan Kalijaga dari tatal atau ser pihan kayu yang disatukan.

Ruang shalat untuk sultan

Berbeda dari masjid lainnya, masjid ini memiliki ruang shalat khusus untuk Sultan Kasepuhan dan Kanoman. Ruangan ini berbentuk persegi panjang yang dikelilingi pagar kayu.

Untuk mengambil wudhu, Mas jid Agung Sang Cipta Rasa memiliki sumber air yang tak pernah surut. Sumber air yang oleh masyarakat setempat disebut banyucis ini ada di beranda samping kanan (utara) masjid.

Air itu kemudian dikumpulkan dalam dua buah kolam kecil. Ada pula banyucis yang ditempatkan dalam sebuah gentong dan ini khusus digunakan sultan untuk berwudhu dan membasuh muka. Sumber banyu cis ini ramai dikunjungi orang, terutama pada bulan Ramadhan. Konon, banyu cis berkhasiat mengobati berbagai penyakit, juga bisa digunakan untuk menguji kejujuran seseorang.

Dilihat dari berbagai sudut, Masjid Agung Sang Cipta Rasa memiliki paduan arsitektur yang kaya dan indah. Gaya arsitektur itu pun menggambarkan betapa masuknya Islam di Cirebon berlangsung damai

sumber : Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement