IHRAM.CO.ID, Mengamati semakin dalamnya Kerajaan Siam memengaruhi kehidupan kaum Muslim Patani, Haji Sulong al-Fatani pun menggiatkan ajaran-ajaran Islam di kalangan muda. Ia berusaha menggelorakan semangat perjuangan dan hak kebebasan seperti yang diajarkan Islam. Akibatnya, Haji Sulong menjadi salah satu tokoh masyarakat yang diawasi gerak-geriknya oleh Kerajaan Siam.
Dalam upaya mengimplementasikan pengajaran Islam ini, Haji Sulong kemudian mendirikan madrasah yang ia beri nama Al- Maarif Al-Wataniah. Di lembaga pendidikan berbasis Islam ini sudah dikenal kurikulum dan tingkatan kelas. Tetapi sayang, Kerajaan Siam menutupnya secara paksa setelah tiga tahun beroperasi.
Menyiasati pengawasan Kerajaan Siam atas gerakan pendidikan yang ia jalankan, Haji Sulong yang piawai dalam ilmu ushuluddin dan tafsir memilih mengajar murid-muridnya di masjid seusai shalat Maghrib dan Isya.
Pada 1932, pemerintahan kerajaan berganti menjadi pemerintahan negara. Kondisi ini ternyata semakin menekan kehidupan kaum Muslim Melayu di Patani, selatan Siam. Termasuk di antaranya dikeluarkannya undang-undang yang memaksa rak yat memakai pakaian cara Barat, termasuk orang-orang Islam di Patani. Sebagai reaksi atas perkembangan ini, Haji Sulong mendirikan badan hukum syariah untuk melindungi hak dan kepentingan agama.
Haji Sulong dan para pemimpin Islam terus menggelorakan semangat perjuangan Islam. Semangat perjuangan itu memuncak dalam kurun waktu 1947-1954. Pada 1947, para pemimpin Islam, termasuk Haji Sulong, mengeluarkan memorandum “Tuntutan Tujuh Perkara” kepada Kerajaan Siam.
Isi memorandum itu di antara nya: mengadakan pelajaran bahasa Melayu pada setiap sekolah bagi anak-anak berumur tujuh tahun sebelum mereka belajar bahasa Siam atau mata pelajaran lain dalam bahasa Siam, 80 persen pegawai kerajaan haruslah orang Islam, bahasa Melayu dijadikan bahasa resmi, dan memisahkan pengadilan syariah dari undang-undang negara.
Akibat sepak terjangnya ini, Haji Sulong akhirnya ditangkap oleh pemerintah pada 16 Januari 1948. Ia dituduh melakukan aksi makar. Selain dia, ditangkap pula beberapa ulama lain, seperti Wan Uthman Ahmad, Haji Wan Husain Wan Din, Ahmad (anak Haji Sulong), dan Che Ishak Abbas. Haji Sulong dipenjara selama empat tahun, lalu dibebaskan
Namun, pembebasan ini hanya siasat dari pemerintah untuk meredam amarah masyarakat Patani. Tak lama berselang, kaki tangan peme rintah melakukan hal yang lebih keji kepada ulama pejuang yang satu ini.
Haji Sulong bersama tiga orang lainnya (termasuk anaknya) dipanggil kepala polisi Siam. Mereka diminta menghadiri pertemuan tertutup pada 13 Agustus 1954. Tetapi, sejak pertemuan itu Haji Sulong dan tiga orang lainnya tak pernah kembali dan tak ada kabar beritanya. Diyakini, Haji Sulong dihabisi lalu jasadnya di buang ke laut.