Rabu 02 Nov 2022 22:20 WIB

Menelusuri Jejak Kaum Intelektual di Basra

Kaum intelektual silih berganti mengharumkan nama Basra.

Ilmuwan Muslim (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Ilmuwan Muslim (ilustrasi).

IHRAM.CO.ID, Kaum intelektual silih berganti mengharumkan nama Basra. Di antara mereka adalah Abd al-Malik ibn Quraib al-Asma'i. Ia lahir di Basra pada 739 Masehi.

Ia tak hanya dikenal di Basra, tetapi juga menjalin jejaring intelektual dengan kota tetangganya, Baghdad. Takdir mengembalikannya ke Basra, sebab ia meninggal di kota kelahirannya. Al-Asma’i dikenal sebagai salah satu sarjana terbesar pada masanya, yang mula-mula menekuni ilmu alam dan zoologi.

Baca Juga

Sejumlah karya lahir dari pemikirannya, misalnya buku tentang kuda yang dikenal dengan Kitab al-Khail, ada juga buku tentang kuda yaitu Kitab al-Ibil, serta Kitab al-Wuhush yang mengungkap tentang binatang-binatang buas. Dia juga menulis buku tentang penciptaan manusia, Kitab Khalq al-Insan.

Melalui karya yang ditulis al-Asma’i itu, ilmuwan George  Sarton dalam  tulisannya berjudul  Introduction to the History of Science, mengatakan bahwa telah sejak lama Muslim memiliki pengetahuan mendalam mengenai anatomi tubuh manusia. Di sisi lain, buku al-Asma’i ini juga terkenal di Austria pada paruh kedua abad ke-19.

Buku al-Asma’I yang berjudul Kitab al-Farq atau Book of Distinction diedit oleh D.H Muller di Wina pada 1876. Sedangkan  Kitab al-Wuhush diedit oleh R Geyer di Wina pada 1887. Figur lainnya adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Hasan ibn Duraid. Ia lahir di Basra pada 837 Masehi.

Ibnu Duraid dikenal sebgai seorang pakar geografi. Karya besar yang pernah dibuatnya adalah kamus besar bahasa Arab, berjudul The Collection on the Language. Ia juga menulis sebuah risalah yang menggambarkan tentang suku-suku Arab. Ia memberi judul risalah tersebut, Kitab al-Ishtiqaq. Buku diedit oleh seorang ilmuwan bernama F. Wustenfeld.

Al-Jahiz adalah nama lainnya yang muncul di kalangan intelektual di Basra. Ia lahir di Basra dan kemudian menjadi salah satu pakar terkenal dalam literatur Islam klasik. Ia menghabiskan masa kecilnya dalam balutan kemiskinan. Namun, tekadnya dalam mereguk ilmu, mengantarkannya sebagai seorang cendekiawan besar.

Ia belajar di sekolah Alquran. Ia memperluas pengetahuannya dengan menghadiri berbagai kuliah dan diskusi yang digelar di masjid. Ia bahkan memungut ilmu dari para pedagang, pelaut, bahkan penjaga toko. Di sisi lain, ia pun belajar dari ilmuwan besar bernama Abu 'Ubayda, al-Asma’i, dan Abu Zayd al-Ansari.

Kitab al-Hayawan merupakan buku terkenal yang ditulis al-Jahiz. Dalam bukunya ini, ia menggambarkan tentang perilaku binatang. Buku lain yang lahir dari pemikirannya adalah  Al-Baydn wa'l-tabyn, yang terkait dengan puisi, retorika, sejarah kekhalifahan, dan suksesi pemerintahan.

Namun ilmuwan kelahiran Basra yang paling dikenal adalah Ibnu al-Haytham, yang akrab dalam bahasa Latin disebut Al-Hazen. Ia merumuskan sejumlah teori di antaranya mengenai optik. Ia menuliskannya dalam buku yang ia beri judul Buku Optik atau Kitab al-Manazir.

Azyumardi Azra dalam karyanya, Histografi Islam Kontemporer, mengatakan, Al-Haytham juga telah memajukan sebuah gagasan tentang pemanfaatan sinat matahari sebagai energi. Gagasan ini, kemudian berkembang menjadi rujukan bagi penggunaan energi solar atau matahari.

Di sisi lain, Ibnu al-Haytham membuktikan bahwa dia merupakan penulis berbakat dalam setiap cabang ilmu pengetahuan dan filsafat alam. Seorang ilmuwan bernama Ibnu Abi Usyabia pernah mengumpulkan berbagai karya Ibnu al-Haytham yang mencapai 200 buah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement