IHRAM.CO.ID,Perkembangan industri dunia Islam mengalami pasang surut. Kegemilangan produk-produk yang hanya ditopang tenaga alam berjaya pada 10 abad sebelum tercetus Revolusi Industri. Produk produsen Muslim ini pun diekspor ke pelbagai benua.
Seperti berbagai jenis produk logam. Produsen Muslim mampu memenuhi jumlah permintaan sangat besar di pasar lokal dan mancanegara. Produk tekstil pun tersebar dari tangan pedagang Cina hingga kaum Muslim Spanyol. Pola dagangnya pun tidaklah sama dengan zaman modern. Pedagang dan pembelinya bertemu di pelabuhan yang menjadi persinggahan.
Produk tertentu juga dijual tanpa ditukar atau barter. Mereka telah mengenal alat tukar berupa benda atau surat berharga. Nilai alat tukar ini diterima di hampir seluruh kawasan dagang Asia, Afrika, dan Eropa Selatan.
Pedagang Muslim saat itu juga telah mengenal investasi modal. Antarsesama pedagang dan produsen bisa menginvestasikan sejumlah benda berharga untuk mendanai produksi. Seperti yang terjadi saat kekhalifahan Abbasiyah. Para pedagang dari pelbagai kawasan bekerja sama dengan produsen dari Irak dan beberapa daerah lainnya. Mereka ingin mendapatkan sebagian keuntungan untuk mendapatkan barang dengan harga lebih terjangkau.
Geliat perekonomian pun terlihat. Pusat industri bermunculan, seperti produksi kaca dan sabun di Basra. Begitu pula industri kertas yang bisa ditemui di sekitar kota itu pula. Wal hasil, para tenaga kerja, terutama dari Mesir dan pel bagai belahan dunia, ber datangan. Mereka memenuhi pusat-pusat kota yang dijejali kegiatan karya industri.
Persia juga menjadi salah satu wilayah yang mempu nyai potensi -industri emas dan kain sulam. Pabrik-pabrik tekstil berkelas tinggi di sana memproduksi satin, brokat, sutra, dan karpet. Hasil produksinya pun diminati oleh banyak konsumen seluruh dunia.
Pusat industri lainnya, Kufa, tersohor dengan kain sutra dan syal sutranya yang dikenal dengan nama kuffiyeh. Kota Khuzistan yang dulu bernama Kota Susiana, juga memproduksi berbagai jenis kain berkualitas tinggi.