IHRAM.CO.ID, Alkisah ada seorang pangeran di Aleppo pada abad ke-10 M, diperkirakan bernama Saif al-Dawlah Al-Hamdani, yang sangat mencintai seni dan budaya. Dia memerintahkan kepada Muhammad al-Muzaffar ibn Sayyar untuk menyusun sebuah buku resep masakan dari para sultan, khalifah, bangsawan, dan pemimpin dunia Islam kala itu. Ibn Sayyar yang merupakan keturunan bangsawan Arab merasa punya kewajiban moral untuk memenuhi perintah itu.
Maka, lahirlah sebuah buku yang istimewa berjudul Kitab al-Tabikh (Buku Resep) yang berisi koleksi resep masakan dari Baghdad pada masa abad ke-9 M. Kitab ini merupakan karya tulis yang lengkap, memuat lebih dari 600 resep masakan dari abad pertengahan Islam.
Aslinya, buku itu terdiri dari tiga manuskrip dan sebuah fragmen. Isinya sungguh merupakan harta karun tak ternilai karena menjelaskan secara detail cara pembuatan masakan yang dimakan oleh para bangsawan Baghdad kala itu, ketika Ibu Kota Dinasti Abbasiyah itu menjadi kota termakmur di muka bumi.
Ada resep masakan favorit setiap khalifah dari era al-Mahdi (meninggal 785 M) sampai ke al-Mutawakkil (meninggal 861 M), termasuk 20 resep dari masa al-Ma’mun putra Khalifah Harun al-Rashid. Sekitar 35 resep masakan merupakan karya dari saudara Harun, penyair dan pecinta makanan Ibrahim ibn al-Mahdi.
Itu adalah masa-masa keemasan dari tata boga abad pertengahan. Penamaan masakan pada buku itu beraneka ragam, ada yang diambil dari bahan utama, ada yang diambil dari nama bangsawan, ada juga nama masakan yang aneh. Hingga berabad-abad kemudian, buku resep masih mencantumkan nama-nama masakan berbau penguasa, seperti haruniyyah, ma‘muniyyah, muta wakkiliyyah, ibra him iyyah.
Masakan dari bahan terung bernama burani (borani) atau buraniyyah yang diambil dari nama istri Khalifah al- Ma’mun masih disa jikan hingga sekarang dari India sampai Spanyol. Kitab al-Tabikh disusun hanya 50- 60 tahun setelah kematian istri sang khalifah sehingga keaslian resep burani itu dijamin. Resepnya sederhana, hanya terung diiris-iris lalu digoreng dan ditaburi dengan bumbu murri (terbuat dari kenari, madu, dan apel emas), jinten, dan lada. Sepertinya lezat, terutama bagi penyuka terung.
Beruntunglah pada 2007 lalu, Kitab al-Tabikh telah ditulis ulang ke dalam bahasa Inggris dengan judul Annals of the Caliph’s Kitchen (Sejarah Resep Dapur Kalifah) dengan penerjemah Nawal Nasrallah, ahli bahasa dan sejarah dari Irak. Buku ini merupakan hasil penelitian cermat dengan melakukan kaji silang terhadap tiga manuskrip yang selamat di Inggris, Helsinki, dan Istambul.
Alih bahasa kitab ini ke dalam bahasa Inggris dilakukan mulai dari halaman 65 sampai halaman 519 sehingga warga dunia kini mendapatkan total 455 halaman yang berisi berbagai macam resep dari masakan yang disemur, direbus, masakan dari daging unggas yang dingin maupun panas, berbagai macam saus, bubur, sayuran, gorengan, panggangan, puding, kue-kue, manisan, dan segala jenis masakan lainnya.
Ibn Sayyar rupanya juga menjelaskan mengenai peralatan apa saja yang dipakai untuk memasak, bahan untuk bumbu-bumbunya seperti jenis rempahrempah, penjelasan mengenai masakan yang cocok untuk orang tua atau anak kecil (balita), serta tak lupa juga dijelaskan mengenai table manner dan cara penyajiannya. Ibn Sayyar juga meletakkan 90 syair puisi yang beterbaran dalam seluruh buku ini, mencerminkan penghargaan yang tinggi dari para elite Baghdad terhadap masakan, termasuk menjelaskan mengenai posisi makanan dalam kehidupan politik saat itu.