Sabtu 26 Nov 2022 01:11 WIB

Legenda Bola Emas Menara Masjid Koutoubia

Desain menara Masjid Koutoubia menampilkan gaya arsitektur Muwahiddun klasik

Masjid Koutoubia di Marakesh, Maroko.
Foto: mosqueplans.com
Masjid Koutoubia di Marakesh, Maroko.

IHRAM.CO.ID,Yulianto Sumalyo dalam Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim mengungkapkan bahwa rekonstruksi terhadap bangunan Masjid Koutoubia semasa Dinasti Muwahiddun dilakukan dalam dua tahap. Pertama, pada 1147 M, yakni ketika penguasa pertama Dinasti Muwahiddun, Abdul Mukmin, berhasil merebut Kota Marrakech dari tangan penguasa Dinasti Murabitun dan memproklamasikan dirinya sebagai khalifah.

Pada tahun tersebut, Abdul Mukmin dapat menguasai berbagai kota di Spanyol dan Afrika Utara, termasuk Marrakech. Penguasaan Kota Marrakech oleh pasukan Abdul Mukmin menjadi tonggak sejarah berakhirnya kekuasaan Dinasti Murabitun dan berdirinya Dinasti Muwahiddun. Sejalan dengan peristiwa tersebut, dari segi perkembangan seni dan arsitektur, mulai berkembang corak klasik khas Muwahiddun,  antara lain yang terdapat dalam bangunan Masjid Koutoubia.

Baca Juga

Sementara itu, rekonstruksi tahap kedua diperkirakan selesai pada 1158. Pada rekonstruksi tahap kedua ini dilakukan perubahan terhadap arah kiblat Masjid Koutoubia, yakni dibuat menyamping ke kanan lebih kurang lima derajat ke arah utara dari posisi kiblat sebelumnya.

Perubahan arah kiblat tersebut dilakukan kemungkinan karena arah kiblat pada rekonstruksi masjid tahap pertama setelah selesai dibangun diketahui kurang tepat, kemudian dikoreksi pada saat dilakukan rekonstruksi tahap kedua. Perubahan arah kiblat itu menyebabkan dinding masjid bagian kiri-kanan atau yang menghadap timur dan barat terlihat patah di bagian tengahnya.

Legenda bola emas

Dalam rekonstruksi tahap kedua juga dibangun sebuah menara di bagian sudut kiri-bawah atau di bagian barat daya dari bangunan masjid. Menara tersebut memiliki denah bujur sangkar. Dengan ketinggian 77 meter, menara Masjid Koutoubia ini terlihat menguasai langit-langit di area Old Medina. Pembangunan menara diselesaikan pada masa pemerintahan Khalifah Muwahiddun, Yaqub al-Mansur (1184-1199 M).

Desain menara Masjid Koutoubia menampilkan gaya arsitektur Muwahiddun klasik dengan empat buah bola tembaga menghiasi bagian puncak menara. Menurut cerita yang berkembang di tengah masyarakat Kota Marrakech, pada mulanya bola yang menghiasi puncak menara ini terbuat dari emas murni. Namun, jumlahnya hanya tiga buah.

Sementara bola emas keempat, masih menurut cerita tersebut, disumbangkan oleh istri Khalifah Yaqub al-Mansur sebagai kompensasi atas kegagalannya untuk menjaga puasa selama satu hari penuh selama Ramadhan. Istri Khalifah al-Mansur kemudian mendermakan sejumlah perhiasan emas miliknya untuk dilebur dan kemudian dicetak menjadi bola emas.

Menara masjid ini merupakan bukti kesempurnaan dari perpaduan seni keramik Islam dan Spanyol yang dikenal dengan nama Hispano-Moresque. Selain keramik, material yang digunakan untuk membangun menara yang megah ini adalah perpaduan dari bata merah, semen, dan batu.

Karena keunikan yang dimilikinya, menara Masjid Koutoubia ini menjadi model untuk pembangunan menara Masjid Giralda di Kota Sevilla, Spanyol; dan menara Masjid Hassan II di Rabat, Maroko. Karena kemiripan bentuk dan desainnya, ketiga menara ini kerap disebut sebagai tiga seri menara kembar. Dalam perkembangan berikutnya, model yang ditampilkan oleh menara Masjid Koutoubia dan Masjid Giralda ini banyak diadopsi oleh menara-menara gereja di Spanyol dan Eropa Timur.

Bangunan menara Masjid Koutoubia terdiri atas enam lantai. Pada tiap-tiap lantai terdapat sebuah kamar. Untuk mencapai tiap bagian lantai itu, pengunjung harus melalui sebuah anak tangga yang berakhir di bagian lantai paling atas yang dinamakan balkon. Dari balkon inilah, muazin mengumandangkan azan setiap masuk waktu shalat wajib lima waktu.

Tata letak masjid yang dibangun dalam rekonstruksi tahap pertama dan kedua, tidak berbeda jauh dengan bangunan masjid di kota-kota Maroko lainnya. Persamaan tersebut menjadi ciri khas dari arsitektur masjid di zaman Muwahiddun, yaitu percampuran Islam-Spanyol dan Islam-Abbasiyah.

Persamaan yang paling menonjol dari bangunan-bangunan masjid di negeri-negeri yang pernah dikuasai oleh Dinasti Muwahiddun adalah bentuk T dari bagian koridor tengah masjid, dibentuk oleh kolom-kolom tengah dari haram, tegak lurus dengan sayap kiri-kanan dari deretan terdepan di depan dinding kiblat.

Bentuk T koridor tengah masjid yang dibangun pada tahap pertama dan kedua agak berbeda. Pada tahap pertama, huruf  T terdiri atas tiga lajur berbeda dalam jarak dan bentuk dengan kolom lain di kiri-kanannya. Kedua bagian masjid yang masing-masing hampir sama dan sebangun ini bentuknya segi empat dengan luas masing-masing sekitar 90x60 meter persegi. Jumlah lajur dan deret pada masjid dibangun dalam dua tahap. Keduanya sama, yaitu 17 dan tujuh.

Bangunan Masjid Koutoubia ini mempunyai dua sahn (halaman terbuka), dua haram (ruang khusus bagi jamaah wanita), dan empat buah riwaq. Namun, hanya mempunyai sebuah mihrab. Kedua sahn tersebut relatif tidak luas, riwaq menyambung langsung dengan haram.

Sementara itu, bagian kolom-kolom masjid terbuat dari bata dan dihiasi dengan pelengkung kombinasi patah, majemuk, dan pelengkung lurus. Kesemua model pelengkung ini merupakan ciri khas dari arsitektur campuran Barat-Timur di wilayah Magrib atau Afrika Utara. 

sumber : Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement