IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Hasil studi dari program kemitraan antara pemerintah Australia dan Indonesia, INOVASI, menemukan 45 persen siswa kelas 3 Sekolah Dasar belum mampu memenuhi kemampuan minimal literasi.
"Kelas 3 SD hampir 50 persen dari sampel kami yang cukup besar tidak menguasai minimal literasi. Maknanya, mereka di kelas 3 namun belum mandiri untuk baca dan tulis," kata Direktur Program INOVASI Mark Heyward dalam acara Temu Inovasi ke-14 yang diikuti secara daring, Selasa (6/12/2022).
Ia menyampaikan studi mengenai kesenjangan pembelajaran pada siswa di Indonesia menggunakan standar internasional tingkat kompetensi minimal berdasarkan global proficiency framework yang ditentukan oleh beberapa negara melalui UNESCO.
Berdasarkan standar tersebut, kata dia, seharusnya siswa yang berada pada kelas 3 SD sudah dapat membaca teks sederhana secara mandiri sesuai dengan usianya. Mereka mampu menemukan informasi yang dinyatakan secara eksplisit dan memberikan kesimpulan/interpretasi sederhana dari ide kunci dalam sebuah teks, serta dapat menuliskan kata dan tanda baca dasar yang tepat saat dikte.
Namun, pada studi yang dilakukan INOVASI kepada sebanyak 18.370 siswa kelas 1-3 di 612 SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) negeri dan swasta yang tersebar di 20 kabupaten/kota di Indonesia pada April-Mei 2021, sebanyak 37 persen siswa kelas 3 SD masih berada di level 2 dan 8 persen berada di level 1.
"Kalau berada di bawah level 3, risikonya anak tidak bisa mengikuti pembelajaran berikutnya," ujarnya.
Sedangkan untuk kelas 2 SD, sebanyak 44 persen berada di levelnya, 18 persen masih berada di level 1 dan 39 persen sudah berada di level 3. Lalu, sebanyak 42 persen siswa kelas 1 SD berada di level yang sesuai, diikuti 42 persen telah berada di level 2 dan 14 persen berada di level 3.
Kendati hasil studi mengenai minimal literasi cukup memprihatinkan, lanjut Mark, tingkat kemampuan minimal numerasi lebih memprihatinkan dari literasi. Sebanyak 2 dari 3 siswa atau 78 persen siswa kelas 3 SD belum mampu memenuhi kemampuan minimal numerasi.
Meski masih rendah, hasil analisis regresi dari studi itu menemukan siswa yang orang tuanya aktif mendampingi belajar, memiliki fasilitas belajar yang baik dan guru yang menggunakan bahan ajar, bahasa pengantar dan metode mengajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa, memiliki peluang lebih tinggi mencapai kompetensi minimum.
"Namun menurut studi ini rata-rata anak belajar, lambat laun naik kemampuannya tinggal kita membuat lebih efektif lagi supaya semua anak bisa sesuai level," kata Mark Heyward.