IHRAM.CO.ID,JAKARTA — Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama memberikan masukan terkait manasik kepada Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU). KBIHU diusulkan untuk mengubah pola bimbingan jadi per-kluster berdasarkan usia, pendidikan dan kemampuan jamaah.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPP Forum Komunikasi KBIHU Desi Hasbiyah menyebut pihaknya menyambut baik usulan yang ada. Sejauh ini, pendidikan, usia dan keterbatasan fisik memang menjadi tantangan dalam manasik haji.
“Terkait usulan pengklasifikasian jamaah, itu sangat baik. Kami mengapresiasi. Tapi ini berarti harus diubah pola bimbingannya dengan memisah-misahkan jamaah,” ujar dia saat dihubungi Republika, Ahad (25/12).
Selama ini pola manasik yang dilakukan oleh KBIHU disebut tidak ada pemisahan atau pembagian berdasarkan klasifikasi tertentu. Semua calon jamaah haji diajak untuk berkumpul dalam jadwal yang sudah ada untuk mendapat materi yang sama.
Dalam proses manasik, biasanya metode pemberian materi yang dilakukan berupa ceramah, diskusi, maupun praktik. Namun saat pandemi Covid-19, metode pembelajaran ditambah dengan e-learning dan blended learning.
Adapun pertemuan yang dijadwalkan ini minimal selama 15 kali. Hal ini merupakan batas standar, mengingat materi yang diberikan tidak hanya inti seputar haji, namun juga materi penunjang atau ibadah lain di luar haji.
Perihal tantangan yang dihadapi KBIHU selama proses manasik, Desi mengaku pendidikan, usia dan kondisi fisik jamaah memang mempengaruhi. Tidak adanya klasifikasi dan materi yang dibuat setara, membuat proses pemahaman antar jamaah menjadi berbeda.
“Memang betul, karena tidak ada klasifikasi kadang tingkat pemahamannya juga berbeda. Sehingga, dari KBIH agak kesulitan mentransfer ilmu utamanya bagi yang berusia lanjut atau pendidikan rendah,” lanjut dia.
Perkembangan digitalisasi teknologi disebut-sebut juga menjadi hal lain yang harus diberi perhatian ekstra. Jamaah yang awam terkait hal ini tentu memerlukan pendampingan lebih.
Desi menyebut sejauh ini para pembimbing di KBIHU telah berusaha keras membuat suatu pola komunikasi, yang mana harus bisa memberikan pemahaman bagi jamaah dalam satu kali ucapan atau satu kalimat. Ruang diskusi juga dibuka lebar, sebagai wadah bagi jamaah yang masih memiliki pertanyaan atau ingin mendalami materi.
Adapun untuk pengklasteran tersebut, KBIHU secara internal telah memikirkan cara atau langkah yang bisa dilakukan. Dari hasil kesimpulan Komisi B tentang rekomendasi, salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan membuat penilaian pre-test atau post-t
“Jadi jamaah yang bergabung dengan KBIH akan diberikan tes awal, sebagai metode atau alat ukur untuk melihat seberapa besar kemampuan atau pengetahuan mereka sebelum manasik dimulai,” katanya.
Dengan adanya penilaian ini, KBIHU juga akan mendapat masukan materi mana yang harus lebih diberi perhatian, melihat dari kelemahan yang dimiliki jamaah.
Desi lantas menyebut KBIH belum pernah melakukan pengklasifikasian berdasarkan usia maupun pendidikan jamaah. Meski begitu, ia tidak menutup kemungkinan untuk mencoba hal tersebut, di luar rekomendasi seputar penilaian jamaah di awal.