IHRAM.CO.ID, KAIRO -- Meningkatnya biaya hidup Mesir dan devaluasi mata uangnya disebut-sebut akan memengaruhi jumlah orang yang dapat melakukan perjalanan umroh ke Arab Saudi. Mesir mencatatkan angka inflasi di level tertinggi lima tahun pada November lalu.
Kondisi tersebut merupakan lanjutan tren kenaikan sejak dimulainya perang Rusia di Ukraina pada Februari. Dua devaluasi pound Mesir tahun ini disebut telah menyebabkan harga semua barang dan jasa melonjak.
Anggota komite ziarah dari Asosiasi Agen Perjalanan Mesir, Ashraf Shiha, menyebut mengingat kondisi ekonomi saat ini, umroh bukanlah suatu keharusan. Muslim Mesir disebut dapat menundanya untuk sementara waktu. Asosiasi tersebut merupakan koalisi para pemimpin industri pariwisata yang bertindak sebagai perantara antara agen perjalanan swasta dan negara.
“Penurunan nilai pound Mesir dan keputusan yang diambil oleh bank sentral untuk mengekang pengeluaran warga Mesir di luar negeri telah menyoroti kebutuhan untuk mulai memeriksa prioritas kami sekarang,” kata Shiha dikutip di The National News, Rabu (28/12/2022).
Paket umroh termurah tahun ini, yang mencakup tiket pesawat, akomodasi dan transportasi lokal, diberi harga senilai Rp 18,9 juta. Angka ini melonjak dibandingkan tahun lalu dengan Rp 11,3 juta. Meskipun biaya ini tetap sama dalam mata uang AS, pendapatan orang Mesir dalam pound belum cukup meningkat untuk menyamai penurunan nilai mata uang lokal, sebesar 30 persen terhadap dolar.
Shiha juga mengatakan 170 ribu orang telah mendaftar umroh di platform daring yang dikelola pemerintah, yang menangani sebagian besar aplikasi ziarah. Pada 2019, lebih dari setengah juta orang terdaftar dan menjadi jumlah jamaah umroh tertinggi keempat dari satu negara pada tahun itu.
Meskipun umroh bisa dilakukan sepanjang tahun, puncak ziarah umroh terjadi selama bulan Hijriah Rajab, Syaban dan Ramadhan yang bertepatan dengan Februari, Maret dan April tahun depan. Kondisi ini terjadi karena ada jaminan pahala yang lebih tinggi di waktu tersebut.
Operator perjalanan yang mengatur paket umroh saat ini mengalami kesulitan mengamankan mata uang asing dari bank, maupun menekan pemerintah melalui ETAA untuk membantu mereka menjelang musim puncak. Kas negara disebut tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut, mengingat kebutuhan yang lebih mendesak untuk mata uang asing Mesir.
Meningkatnya harga makanan dan bahan bakar global yang banyak diimpor Mesir, ditambah kerugian investasi asing sebesar 20 miliar dolar AS sejak Maret, mendorong bank sentral melakukan kontrol ketat pada alokasi dolar untuk impor lainnya. Menurut pernyataan dari kabinet, barang senilai lebih dari 9 miliar dolar AS terdampar di pelabuhan, sementara importir menunggu mata uang asing untuk melepaskannya.
Melihat kondisi yang ada, Shiha mengatakan negara harus melindungi kebutuhan negara yang paling miskin, serta tidak menganggap mereka yang mampu melakukan perjalanan internasional saat ini sebagai orang miskin.
“Kami menganggap orang yang mengajukan umroh setidaknya memiliki sarana yang sederhana. Selain biaya pokok haji itu sendiri, mereka harus mampu membayar biaya lain seperti akomodasi atau membeli hadiah," kata dia.
Dia mengatakan, meski tidak akan membebani keuangan lagi, negara akan terus memproses aplikasi umroh melalui platform daring bagi mereka yang mampu. Negara tidak akan pernah menghentikan operator untuk mengatur perjalanan umroh atau membatasi jumlah pelancong.
Meski demikian, Shiha menyebut hanya karena negara mengizinkan pengusaha untuk melakukan bisnisnya, tidak berarti hal itu bisa dijadikan beban dengan menuntut negara menyediakan mata uang asing.