IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Seorang WNI berinisial MS diduga melakukan pelecehan seksual terhadap jamaah wanita asal Libanon, saat melakukan umroh di Masjidil Haram. Atas kejadian ini, pihak keluarga pun angkat bicara dan paparkan kronologi kejadian.
Melalui akun Twitter @iniakuhelmpink, anggota keluarga dari MS ini berusaha menjelaskan kondisi di lapangan. Ia menyebut pria tersebut bersama rombongan tiba di Makkah pada 8 November 2022 dari Madinah. Lantas dua hari setelahnya pukul 1 malam ia melakukan tawaf bersama sang ibu, kak dan nenek.
"Karena banyak orang, Muhammad Said suruh ibunya buat tunggu depan (diluar area Ka'bah) takutnya kejepit, pas Muhammad Said hampir megang sudut Ka'bah ada orang dari belakang narik pakaian ihramnya, karna takut pakaian ihramnya melorot dia ditariklah dari belakang kedepannya pakaian itu," tulis dia dalam cuitannya dikutip Republika, Senin (23/1/2023).
Setelah keluar dari posisi tawaf, MS langsung ditarik oleh dua polisi dan Askar yang berjaga di lokasi. Ia dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan, dalam posisi kebingungan dan tidak tahu masalahnya.
MS berupaya menghubungi keluarga, namun ponsel miliknya diambil oleh polisi dan dihapus semua foto maupun biodatanya. Sang sepupu juga disebut sempat menghubungi keluarga di Indonesia karena ponsel sang ibu sempat tidak aktif, padahal masih di sekitaran Ka'bah menunggu dirinya.
Anaa, nama pemilik akun ini, menyebut keluarga di Indonesia diminta menghubungi sang kakak untuk memberi tahu jika dia dibawa polisi Arab. Sang kakak, bernama Kak Mini, disebut berada di sekitaran Ka'bah untuk sholat.
"Dihubungilah Kak Mini ini oleh Muhammad Said kalau dia ditangkap polisi dengan tuduhan pelecehan. Kata polisinya ada wanita jamaah asal Lebanon yang melapor Muhammad Said memegang Payudara si wanita Lebanon ini pada saat di depan Ka'bah," lanjutnya.
MS pun dimintai keterangan saat di kantor polisi. Namun ia tidak berkutik sedikitpun karena tidak paham bahasa Arab. Akun ini juga bercerita jika ia sampai dipukul, karena tidak berkutik.
Saat pemeriksaan ini, ia menyebut tidak ada wanita pelapor di lokasi yang sama. Saat ketua travel tiba, polisi menyebut MS harus ditahan selama lima hari, baru akan dibebaskan.
"Oke kita toleran karena kami pikir mungkin kesalahpahaman di sana butuh waktu menyelesaikan. Tibalah waktu travel yang bawa MS dan rombongan harus pulang, tapi MS belum bisa pulang karena harus tetap disana sampai selesai pengadilan," tulis akun @iniakuhelmpink.
Ia pun menyebut hal ini mulai menunjukkan keanehan. MS divonis dua tahun penjara dengan kasus pelecehan, namun tanpa ada bukti. Saksi yang dihadirkan pun hanya dua polisi yang menangkap MS di lokasi, tanpa kehadiran korban.
Setiap hari, pihak keluarga berusaha melakukan komunikasi dengan MS. WNI ini tidak memiliki alat komunikasi karena ponselnya disita, sehingga harus memanfaatkan telepon yang ada di kantor polisi dengan durasi 5 menit.
"Dia ngadu katanya disuruh ngaku beliau melakukan hal keji itu. Tapi dia tetap bersikeras membantah kalau beliau tidak melakukan itu. Walaupun dipaksa sama polisi disana dia tidak mengakui, tidak pernah mengakui tuduhan itu," ujar dia.
Selanjurnya, muncul surat keterangan dari otoritas Saudi yang sampai di Kepala Penyelenggaraan Haji dan Umrah Sulawesi Selatan. Di dalamnya disampaikan bahwa MS mengakui tuduhan tersebut. Padahal, MS sudah bersumbah hingga menangis bahwa tuduhan itu sama sekali tidak benur.
"Kita hanya perlu bukti, tapi tidak ada bukti bahkan korbanpun tidak pernah ada di pengadilan," tulis dia.
Terakhir, ia menulis jika dilihat dari logika dan beliau ingin melakukan hal tersebut, mengapa harus ke Tanah Suci, yang mana setiap orang tahu jika itu adalah tempat ibadah. Di sisi lain, ia juga disebut suah memiliki istri yang cantik dan baru saja melahirkan putra yang belum sempat ia lihat.