Ahad 05 Feb 2023 18:04 WIB

Lantik Pengurus Baru, Perdokhi Singgung Istithaah Haji

Istithaah haji dibahas saat pelantikan pengurus baru Perdokhi.

Rep: Mabruroh/ Red: Muhammad Hafil
 Lantik Pengurus Baru, Perdokhi Singgung Istithaah Haji. Foto:  Ketua Umum Pusat Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (Perdokhi) Syarief Hasan Lutfie dalam acara pelantikan pengurus pusat Perdokhi periode 2023-2026 di Auditorium RS Yarsi, Jakarta Pusat, Ahad (5/2/2023).
Foto: Republika/Mabruroh
Lantik Pengurus Baru, Perdokhi Singgung Istithaah Haji. Foto: Ketua Umum Pusat Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (Perdokhi) Syarief Hasan Lutfie dalam acara pelantikan pengurus pusat Perdokhi periode 2023-2026 di Auditorium RS Yarsi, Jakarta Pusat, Ahad (5/2/2023).

IHRAM.CO.ID,JAKARTA — Pengurus Pusat Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (PERDOKHI) periode 2023-2026 resmi dilantik hari ini, Ahad (5/2/2023) di Rumah Sakit Yarsi, Jakarta Pusat. Pelantikan dan pengukuhan pengurus Perdokhi dipimpin langsung oleh Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Muhammad Adib Khumaidi.

Ketua Umum PP Perdokhi Syarief Hasan Lutfie mengatakan ada beberapa point yang akan Perdokhi lakukan di bawah kepemimpinannya selama tiga tahun mendatang. Pertama, melakukan skala prioritas yang berkaitan dengan asesmen fungsional  jamaah haji yakni melakukan pemeriksaan kesehatan.

Baca Juga

“Jamaah haji kan selama ini tidak dilakukan suatu pemeriksaan yang tidak berkaitan dengan kapasitas fungsinya  jadi dasarnya hanya klinis semata. Kita berharap ada pemeriksaan standar untuk kemampuan fisiknya, berapa  kemampuan fisik seseorang yang mempunyai penyakit tertentu misalnya gula darah, asma, jadi terukur kemampuannya melalui  kapasitas volume O2 maksimal di dalam tubuh dan Perdokhi sudah mempunyai instrumennya. Itu jangka pendeknya,” kata Prof Syarif di RS Yarsi, Jakarta Pusat, Ahad (5/2/2023).

Kedua, Perdokhi akan berkolaborasi dan melakukan inovasi di dalam pembinaan haji di masa tunggu. Karena masa tunggu ini masa yang panjang sehingga perlu ada strategi bagaimana pembinaan ini secara terstruktur dan terukur berdasarkan kajian-kajian ilmiah bisa dilakukan di perkampungan-perkampungan ataupun di KBIH, ataupun di perkotaan dengan standarisasi yang sama.

“Sehingga visi misi di dalam pelayanan haji  bukan untuk melakukan perobatan pasien kepada Arab Saudi tapi kita membina kesehatannya yang mencapai istitha'ah agar dia fit to hajj, fit to umroh, sehingga pengendalian kasus klinisnya bisa dilakukan selama masa perjalanan haji dan umroh, pergi sehat pulang kembali sehat. Itu jangka menengahnya yang kita harapkan bisa terrealisir,” harapnya.

Ketiga, kolaborasi dan terintegrasi dengan program-program terkait, terutama dengan kementerian kesehatan di dalam pembinaan ini melalui regulasi-regulasi yang sudah dibuat di pelayanan rujukan tingkat dasar, agar yang menentukan istitha’ahnya atau eksekusi istitha’ah tidak diujung pada saat hendak berangkat tetapi di awal. Sehingga dilakukan pemetaan dengan meningkatkan kemampuan endurance (daya tahan tubuh) agar jamaah mencapai istitha’ah.

“Dalam pembinaan itu bisa diharapkan 3-5 bulan sebelum berangkat, dan itu bisa dilakukan apabila kita melakukan intensif maupun melakukan upaya-upaya yang lebih progresif,” jelasnya.

Kemudian untuk jangka menengah dan panjangnya, Perdokhi juga akan berkolaborasi dengan Universitas Yarsi untuk membuat sub program studi Magister Kesehatan Haji. Kemudian dengan rumah sakit UI, Perdokhi juga akan melakukan kerja sama dengan kementerian kesehatan, melalui pusat kesehatan haji, akan berdirinya pusat kesehatan haji dan umroh terpadu di mana dilakukan di one stop building service untuk pelayanan haji yang berbeda dengan pelayanan pasien-pasien yang ada di rumah sakit.

“Sehingga pelayanan itu mempunyai suatu kolaborasi multidisiplin dari spesialis keilmuan lain dengan melakukan instrumen yang sudah di standarisasi, sehingga mereka melakukan tolok ukur yang sama dan pemetaan untuk prognosisnya, apakah dia mampu mandiri atau dia dibantu atau dia ditunda keberangkatannya,” kata Syarief.

Hal ini menurutnya perlu  disosialisasikan kepada masyarakat agar asesmen atau pemeriksaan yang dilakukan, istitha'ah yang dilakukan ini bukan untuk menghalangi mereka berangkat, tapi untuk meningkatkan kemampuan kesehatannya, kemampuan fisik para jamaah agar mereka betul-betul bisa dan mampu dalam melakukan kegiatan ritual haji, terutama untuk rukun-rukun haji.

“Terutama rukun fi’liyahnya baru sunnah-sunnahnya, karena selama ini mereka dijanjikan untuk melakukan kegiatan sunnahnya banyak sementara fisiknya tidak memenuhi persyaratan, kita harapkan memenuhi persyaratan standar agar mampu laksana melakukan rukunnya baru sunnahnya, sehingga  hal ini perlu dipetakan baik dari pengetahuan kedokterannya maupun pengetahuan keagamaannya, agar filosofi hajinya bisa dipahami,” terang Syarif.

Bahwa berhaji adalah melakukan aktivitas fisik dan rukun fi’liyahnya tidak bisa digantikan orang lain artinya fisiknya harus sehat sehingga bisa melakukannya sendiri. Di mana pada waktu tertentu yakni pada saat 9-10 dzulhijjah mereka harus kumpul di satu tempat dalam kondisi apapun mereka harus siap untuk melakukan rukun haji.

“Kita harus melakukan pendekatan-pendekatan yang lebih manusiawi, lebih berguna dan bermanfaat agar mereka memahami bahwa istitha’ah menyadari sendiri bahwa ‘saya belum mampu’ bukan dipaksakan dari keputusan tapi dia merasa ‘oh saya memang harus ditunda dulu,’ karena mengerti bahwa ibadah haji memang mutlak fisiknya sesuai fiqih kesehatan,” kata Syarief.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement