IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI, Liliek Marhaendro Susilo mengatakan, jumlah jamaah haji Indonesia yang meninggal di Arab Saudi masih menjadi yang tertinggi. Liliek berharap, perhimpunan kedokteran haji Indonesia (Perdokhi) dengan program-programnya akan mampu berkontribusi dalam menurunkan angka kematian jamaah haji Indonesia yang saat ini sebesar 2 permil.
“Saat ini angka wafat jamaah haji Indonesia terbesar pada angka 2 permil pada kondisi kuota izin normal. Angka ini masih jauh di atas angka normal dari beberapa negara pengirim jamaah haji. Pakistan misalnya 0,3 permil, Bangladesh 1 permil, dan Malaysia 0,48 permil,” kata Liliek saat memberikan Keynote Speaker di acara pelantikan Perdokhi di RS Yarsi, Jakarta Pusat, Ahad (5/2/2023).
Lilek menuturkan, bahwa antrean haji di Indonesia antara 20 hingga 40 tahun lamanya seperti yang terjadi di Makassar. Lamanya waktu tunggu keberangkatan haji ini, menurutnya berpengaruh pada penurunan kondisi kesehatan calon jamaah haji, karena berdasarkan data Kementerian, 60-65 persen jamaah termasuk dalam kategori risiko tinggi kesehatan.
“Kelompok resiko tinggi kesehatan ini terdiri dari calon jamaah haji yang memiliki penyakit atau termasuk kelompok usia lanjut diatas 60 tahun, dan paling berat adalah di atas (usia) 60 tahun dan punya penyakit, dan ini jumlahnya paling banyak,” ujar Liliek.
Selain itu juga seluruh rangkaian perjalanan ibadah haji dapat menyebabkan penurunan kondisi kesehatan yang disebabkan karena perjalanan jauh, aktivitas fisik yang banyak, kondisi lingkungan yang panas dan terik, serta lingkungan sosial baru yang dijumpai baik sesama jamaah haji Indonesia maupun dari jamaah Negara lain yang masih asing bagi jamaah haji kita.
Karenanya, ujar Liliek diperlukan transformasi-transformasi baru dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian tersebut. Kemenkes sendiri kata dia, telah mengusung enam pilar transformasi kesehatan, antara lain transformasi layanan primer, layanan rujukan, sistem ketahanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan, sumber daya kesehatan, dan teknologi kesehatan.
“Upaya transformasi kesehatan yang dijalankan tentu akan berdampak positif pada penyelenggara kesehatan haji, dari upaya pembinaan, pelayanan dan perlindungan kepada jamaah dapat ditingkatkan sejak calon jamaah haji berada di tanah air, selama masa tunggu keberangkatan, upaya persiapan yang optimal sejak di tanah air tentu akan berkorelasi menurunkan angka kesakitan maupun jumlah jamaah haji wafat karena sakit saat menjalankan ibadah haji di Arab Saudi,” tuturnya.
Upaya-upaya tersebut menurutnya tentu akan berjalan optimal dalam menurunkan angka kesakitan dan angka kematian jamaah haji apabila ada peran serta dari masyarakat, salah satunya dari Perdokhi. Dengan membina kesehatan calon jamaah haji selama masa tunggu, sehingga pada saat akan berangkat haji, mereka masuk dalam kategori istithaah.
“Kami sangat berharap ada keterlibatan secara aktif dari Perdokhi dalam proses pembinaan peserta haji di masa tunggu. Kemenkes sangat mengapresiasi semua pihak untuk mendukung penyelenggaraan kesehatan haji sehingga jamaah haji dapat menjalankan ibadahnya dengan baik dan tetap dalam kondisi sehat saat kembali ke tanah air,” ungkapnya.
“Kepada Perdokhi, kami juga berharap mendapat masukan-masukan dari aspek klinik kesehatan haji yang nantinya dapat menjadi dasar untuk menyempurnakan kebijakan penyelenggaraan kesehatan haji sebagai upaya menurunkan angka kesakitan maupun kondisi fatal kesehatan yang menyebabkan wafat,” tambahnya.
Terakhir, tidak lupa Liliek juga mengucapkan selamat kepada para pengurus pusat Perdokhi untuk masa pengabdian periode 2023-2026. Semoga kata dia, selama masa tugasnya diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menjalankan setiap program yang telah disusun.