Selasa 14 Feb 2023 13:01 WIB

Soal Biaya Haji, Al Washliyah Berharap DPR Lebih Arif Bijaksana

Kenaikan biaya haji memang logisnya ada tapi jangan sampai di angka Rp 50 juta.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Erdy Nasrul
KH Masyhuril Khamis
Foto: Youtube
KH Masyhuril Khamis

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Al Washliyah, KH Masyhuril Khamis, berharap DPR lebih arip dan bijaksana dalam menetapkan biaya haji. Hal tersebut disampaikannya untuk menanggapi usulan Panitia Kerja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Komisi VIII DPR RI yang mengusulkan agar biaya haji yang ditanggung calon jamaah haji senilai antara Rp 50 juta sampai Rp 55 juta.

Kiai Masyhuril mengatakan, angka Rp 50 juta menurut psikologi masyarakat sangat tinggi. Kenaikan biaya haji memang logisnya ada tapi jangan sampai di angka Rp 50 juta.

Baca Juga

"Kalaupun itu (biaya haji) mau ditetapkan, jangan sampai di angka psikologis Rp 50 juta, itukan besar dari sisi pandangan khususnya masyarakat menengah," kata Kiai Masyhuril kepada Republika, Senin (13/2/2023).

Jika Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) sampai angka Rp 50 juta, tentu ini nilai yang besar bagi calon jamaah haji yang sudah pensiun dari pekerjaannya atau yang ekonominya pas-pasan. Al Washliyah berharap pengurangan biaya haji bisa dilakukan dengan cara mengurangi lama waktu berhaji dan berkoordinasi terkait transportasinya. Sebab ada juga masyarakat yang bertanya kenapa penerbangan jamaah haji hanya menggunakan beberapa armada saja, ini berkaitan dengan persoalan transportasi.

Kiai Masyhuril percaya DPR sudah mengkaji komponen biaya haji, sehingga munculah usulan Rp 50 juta sampai Rp 55 juta. "Karena saya ketua ormas Islam yang anggotanya banyak di pedesaan, kalau masyarakat di perkotaan barangkali kenaikan Rp 15 juta atau lebih dari itu mungkin mereka bisa cepat menanggulangi, tapi kalau yang berasal dari pedesaan, harus jual sawah, setelah pulang haji sawahnya tidak ada, ini juga harus jadi perhatian kita," ujar Kiai Masyhuril.

Ketua Umum Al Washliyah mempersilakan DPR dan pemerintah menentukan besaran Bipih dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), tapi harus memperhatikan psikologi masyarakat atau calon jamaah haji.

Menurutnya, ekonomi calon jamaah haji tidak semuanya sama, Ini harus menjadi perhatian dan perlu ada kajian terhadap kenaikan Bipih dari sisi tahun kapan berangkatnya, dan dari sisi usia calon jamaah haji juga.

Itu juga harus dipertimbangkan, mungkin sebaiknya angka biaya haji yang ditanggung jamaah haji jangan disamakan. Misalnya ada hitungan, jamaah yang berangkat tahun berapa bayar biaya hajinya berapa. Memang agak rumit tapi kalau dipukul rata angkanya, psikologis masyarakat melihat Bipih Rp 50 juta menjadi tidak produktif.

Sebelumnya, Kemenag mengusulkan Bipih di angka Rp 69 juta, di mana-mana wacananya berkembang, padahal itu masih usulan. "Sekarang bolanya di DPR, karena beliau wakil kita, kita berharap DPR lebih arif dan bijaksana dalam rangka menjawab keinginan masyarakat yang luar biasa," jelas Kiai Masyhuril.

Dia juga menyoroti antrean panjang jamaah haji Indonesia. Menurutnya, kenaikan Bipih tidak otomatis membuat kelancaran semua calon jamaah haji Indonesia berangkat ke tanah Suci.

"Jadi ini (soal antrean haji) harus jadi kajian teman-teman di DPR, jadi jangan hanya bicara angka saja, bicara kepastian masyarakat berangkat haji juga menjadi sesuatu yang relevan dengan kenaikan biaya haji," katanya.

Walaupun Bipih dinaikan jangan sampai menyentuh angka psikologis di angka Rp 50 juta ke atas. Angka psikologi ini kurang pas, pasti reaksi masyarakat akan ada.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement