IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Dana optimalisasi atau nilai manfaat yang digunakan untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun ini dinilai terlalu besar. Sehubungan dengan itu, Mantan Komisioner Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), Syamsul Maarif, mengkritik terlalu banyaknya nilai manfaat yang digunakan.
Untuk diketahui, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menggunakan dana optimalisasi atau nilai manfaat sebesar Rp 40.237.937 (44,7 persen), dan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung calon jamaah haji Rp 49.812.700 (55,3 persen). Sementara, Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp 90.050.637 per jamaah haji reguler.
Syamsul mengatakan, sejak tahun 2017 sampai sekarang komentarnya sama, meminta kepada pemerintah, DPR dan BPKH agar menaikan biaya haji. Jadi sejak dulu sudah mengusulkan kenaikan biaya haji. Tapi pemerintah tidak mau menaikan biaya haji.
"Bahkan saya mengkritik bahwa kemabruran haji orang Indonesia tersandera dengan keputusan DPR dan pemerintah, karena terlalu banyak menggunakan uang optimalisasi yang digunakan untuk membantu jamaah yang berangkat," kata Syamsul kepada Republika, Kamis (16/2/2023).
Ia menyampaikan, adanya pandemi Covid-19 sebenarnya menguntungkan pemerintah dan BPKH. Sehingga dana optimalisasi tidak terpakai saat pandemi atau saat Indonesia tidak menyelenggarakan ibadah haji. Mungkin kalau tidak ada pandemi, dana optimalisasi yang ada di BPKH sudah habis.
"Sekarang saya menyayangkan, kalau seperti ini (dana optimalisasi dipakai 44,7 persen), uang jamaah yang sudah mendaftar haji itu bisa tergerus," ujarnya.
Syamsul menegaskan, semestinya pemerintah dan BPKH tegas terhadap penggunaan dana optimalisasi.
Ia menjelaskan, orang yang sekarang mau berangkat haji, misalnya daftar tahun 2013. Maka dalam waktu masa tunggu 10 tahun, kalau dananya ditabungkan di bank syariah, berapa keuntungan yang didapat orang tersebut. Maka keuntungan itu yang dipakai.
Syamsul menegaskan, calon jamaah haji yang mau berangkat haji jangan sampai memakai dana optimalisasi atau keuntungan milik jamaah haji lain yang msih menunggu giliran.
"Jadi kalau pemerintah sekarang hanya menetapkan (Bipih atau biaya haji yang ditanggung jamaah) Rp 49,8 juta, itu masih jauh, masih kurang, saya justru setuju usulan pertama yaitu Rp 69 juta dari jamaah itu realistis," jelas Syamsul.
Menurutnya, Bipih Rp 69 juta sebenarnya realistis karena biaya penyelenggaraan ibadah haji sekarang sudah di atas Rp 80 juta sampai Rp 90 juta. Tapi sekarang setiap jamaah haji dibantu dana optimalisasi atau nilai manfaat yang dikelola BPKH sebesar Rp 40.237.937 atau 44,7 persen dari total biaya haji sebesar Rp 90.050.637 per jamaah haji reguler.
"Pertanyaannya itu Rp 40,2 juta atau 44,7 persen uang siapa itu? Itu uang jamaah haji lain. Uang jamaah haji yang mau berangkat tahun ini paling 20 juta," ujar Syamsul.
Menurutnya, ada yang dijadikan korban, karena uang jamaah haji lain terpakai. Untuk itu, mantan komisioner KPHI ini menyesalkan karena masih sekitar 20 persen pembiayaan haji tahun ini menggunakan uang hak orang lain. Bukan uang orang yang sekarang mau berangkat haji.
Ia mengatakan, tidak ada yang berani mengatakan kebenaran ini. Karena semua senang kalau biaya haji yang ditanggung jamaah jadi murah.