REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Zaky Al Hamzah
MADINAH -- Sebanyak 15 anggota DPR dari Komisi VIII, IX, dan Komisi V memantau penyelenggaraan haji di Tanah Suci. Wakil rakyat ini menyoroti penempatan 17 ribu jamaah haji Indonesia di pemondokan di luar wilayah Markaziyah, Madinah.
Mereka menekankan agar ribuan jamaah haji pada gelombang dua ditempatkan di pemondokan di wilayah Markaziyah dan tidak mengalami nasib sama dengan 17 ribu jamaah haji tersebut.
Setelah melakukan sidak ke beberapa pemondokan dimaksud, salah satunya adalah pemondokan kecil bernama Malhade Al asfi. Pemondokan berlantai tiga ini berjarak dua kilometer (km) dari Masjid Nabawi.
Dari hasil sidak tersebut, anggota dewan menemukan berbagai kejanggalan. Pertama, kondisi pemondokan jamaah haji di luar Markaziyah cukup memprihatinkan.
"Ini adalah salah satu contoh jamaah haji yang ditempatkan di luar Markaziyah. Menurut data jaraknya 900 meter (dari Masjib Nabawi), tapi menurut jamaah (jaraknya) beragam ada yang merasa dua km ada yang 1,5 km," kata Ketua Komisi VIII DPR, Ida Fauziah, di depan pemondokan yang dihuni jamaah haji kloter 31 dari embarkasi Surabaya.
Pemondokan jamaah haji yang dihuni jamaah asal Situbondo tersebut bukanlah hotel, tapi flat yang sudah cukup tua. Satu kamar diisi delapan orang jamaah haji. Kamar yang sempit diisi tiga jamaah haji. Lift terlihat tua dan jarang difungsikan.
DPR melihat langsung kondisi fasilitas yang jauh dari mumpuni. Fasilitas air di kamar mandi tidak cukup bagus, begitu juga dengan sanitasi. AC sering ngadat, lift yang sudah tua, serta masalah pengiriman katering. "Kondisi pemondokan seadanya," papar Ida.
Saat rombongan DPR tiba, pengelola gedung baru menghidupkan pendingin udara yang juga sudah kuno di lobi sempit pemondokan ini.
AC yang terlihat tua di kamar jamaah haji juga berderit bila malam hari. Untuk mandi, para jamaah haji harus antre terlebih dahulu. WC jongkok model lama menempel di lantai kamar mandi.