Sabtu 04 Oct 2014 07:17 WIB

Hitungan Sa'i

Jamaah haji melaksanakan sai antara Shafa dan Marwa.
Foto: Antara
Jamaah haji melaksanakan sai antara Shafa dan Marwa.

Diasuh oleh: Ustaz HM Rizal Fadillah

Assalamualaikum wr wb.

Ustaz, apa sebenarnya makna dari ibadah sa’i itu ? Mengapa harus tujuh kali? bagaimana kalau kita lupa hitungan saat sa’i?

Rozali -Jakarta

Waalaikumussalam wr wb.

Ibadah sa’i termasuk rukun umrah setelah tawaf dan rukun haji saat melakukan tawaf ifadhah. Sa’i adalah perjalanan dari Shafa ke Marwah. Dilakukan sempurna tujuh balikkan. Dari Shafa ke Marwah dihitung satu balik, dari Marwah ke Shafa adalah balikkan kedua. Berawal di Shafa dan berakhir di Marwah.

Sunah Rasulullah SAW, baik di Shafa maupun di Marwah, berdoa sambil mengangkat tangan: Allahu Akbar, La ilaaha illallahu wahdahu laa syariikalahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qadirrr. Laa ilaaha illallahu wahdahu anjaza wa’dahu wa nashro ‘abdahu wa hazamal ahzaaba wahdahu (Allahu Akbar, tiada tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, kepunyaan-nya segala kerajaan, dan bagi-Nya segala pujian, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu. Tidak ada tuhan selain Allah Yang Esa, Dia penuhi janji-Nya, Dia tolong hamba-Nya dan Dia sendiri menghancurkan musuh-musuh-Nya). Hadis Shahih Riwayat Muslim.

Makna sa’i harus dikaitkan dengan kesejarahannya, yakni saat istri Nabi Ibrahim Siti Hajar yang berjuang mencari air untuk putranya Ismail AS. Perjalanan melelahkan yang berakhir dengan kebahagiaan.

Ada tiga hal penting secara maknawi dapat diambil dari dari ibadah Sa’i, yaitu:

Pertama, Sa’i adalah perjuangan orang tua yang gigih untuk mencari rezeki Allah. Keuletan bolak-baliknya Siti Hajar membawa hasil, air itu akhirnya keluar juga. Keluarnya air ternyata dari tempat Ismail berada dekat yang nantinya menjadi Baitullah, bukan di lokasi kedua bukit.

Inilah makna bahwa orang tua itu kewajibannya hanya berjuang dan berikhtiar, turun naik, jatuh bangun, untuk anak-anaknya, tapi Allah membuktikan rezeki anak ada pada kaki anak itu sendiri. Masing-masing sudah ditentukan rezekinya.

Kedua, Sa’i itu adalah wujud dari keimanan tinggi Hajar yang yakin meskipun ditinggal suaminya Ibrahim AS, Allah tetap akan menolongnya. Jiwa tauhid sang ibu diturunkan kepada putranya Ismail AS. Bukit Shafa nantinya menjadi tempat berhala laki-laki Isaaf di masa Jahiliyah, sementara Marwah ada berhala perempuan Nailah.

Kedua berhala ini dihancurkan Nabi untuk mempertahankan ketauhidan dalam beribadah. Tauhid adalah kunci kesuksesan.

Ketiga, Shafa dan Marwah adalah syi’ar Allah. Segala perbuatan manusia diketahui Allah SWT. Allah membalas segala usaha hamba dengan rasa syukur. Tak ada amal baik yang tak terlihat Allah dan tersia-siakan pahalanya, “Sesungguhnya, Shafa dan Marwah adalah bagian dari syi’ar Allah. Maka, barangsiapa yang berhaji ke Baitullah atau berumrah, maka tiada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan, barangsiapa mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Baqarah 158).        

Ibadah sa’i dilakukan tujuh kali/balikan karena memang sejarahnya dahulu Siti Hajar ketika mencari air itu melakukannya tujuh/balikan. Pada balikan ketujuh di Marwah, Siti Hajar melihat air di dekat Ismail berada, lalu mengupayakan air itu berkumpul!

Sebagaimana juga pada tawaf, ketika bersa’i jika kita lupa akan hitungan maka demi ikhtiath atau menjaga kehati-hatian, maka sebaiknya jamaah menetapkan yang terendah. Hanya saja, perlu diperhatikan bahwa mengingat perjalanan Shafa ke Marwah itu bilangan ganjil (1,3, 5, dan 7) sedangkan dari Marwah ke Shafa merupakan bilangan genap (2,4, dan 6), maka penetapan terendah yang dimaksud itu disesuaikan dengan arah perjalanan tersebut.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement