Diasuh oleh Ustaz HM Rizal Fadillah
Assalamualaikum wr wb.
Ustaz, apa yang dimaksud dengan miqat itu, apa yang dikerjakan jamaah di miqat, dan bagaimana jika ada jamaah haji yang lupa mengambil miqat di Bir Ali?
Waalaikumussalam wr wb.
Miqat adalah batas-batas yang telah ditetapkan untuk memulai ibadah haji atau umrah. Miqat yang dikaitkan dengan waktu disebut dengan miqat zamani. Sedangkan, yang dihubungkan dengan tempat disebut miqat makani.
Miqat zamani bagi yang beribadah haji, yakni mulai bulan Syawal hingga tanggal 10 Dzulhijjah ini yang dalam Alquran disebut “Al hajju asyhurum ma’luumaatun” (Mengerjakan haji itu pada bulan-bulan yang ditentukan). (QS al-Baqarah 197)
Adapun miqat makani sesuai dengan yang disabdakan Nabi yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, yaitu Dzul Hulaifah (Bir Ali) bagi penduduk atau yang datang dari Madinah, Juhfah bagi penduduk dan yang datang dari arah Syam (Suriah), Qarn Manazil bagi penduduk dan yang datang dari arah Nejed, Yalamlam bagi penduduk atau yang datang dari arah Yaman. Sedangkan bagi penduduk atau yang berada di Makkah, miqat hajinya dari Makkah.
Demikian yang ditetapkan oleh Rasululah SAW. Untuk bagian penduduk Irak, dapat di Dzatu Irq. Jamaah Indonesia yang terlebih dahulu ke Madinah, akan bermiqat di Dzul Hulaifah (Bir Ali), sedangkan yang ke Makkah berdasarkan aspek ijtihadiyah ada yang memulai ihram (miqat) di pesawat saat melewati Yalamlam, ada juga yang setibanya di bandara Jeddah. Mengingat sifat hukum ijtihadiyah maka tidak perlu yang satu menyalahkan yang lain atas dasar keyakinan masing-masing.
Adapun yang dilakukan jamah di miqat, yakni mandi. Kita dibolehkan mandi di penginapan sebelum berangkat ke Bir Ali atau yang hendak berihram di pesawat bisa mandi di embarkasi. Zaid bin Tsabit berkata, “Saya melihat Nabi SAW melepaskan pakaiannya dan mandi untuk ihlal.” (HR Turmudzi).
Kemudian, memeriksa pakaian ihram apakah sudah sesuai dengan ketentuan berpakaian ihram yang disyariatkan. Kedua, melakukan shalat sunah dua rakaat di masjid miqat. “Nabi SAW melakukan shalat dua rakaat di Dzulhulaifah tempat Nabi memulai ihramnya.” (HR Muslim).
Ketiga, berniat setelah kita berada dalam bus. Yang tamattu niatnya “labbaika allahumma ‘umrotan”. Bila ifrad, niatnya “labbaika allahumma hajjan” dan bagi yang mengambil qiran maka ihlalnya “labbaika allahumma umrotan wa hajjan”. Rasulullah SAW berniat saat beliau telah berada di atas unta. “Dari Abdullah bin Umar RA, Rasulullah SAW shalat di Dzulhulaifah dua rakaat sehingga apabila telah mantap berdiri, unta yang ditungganginya di dekat Masjid Dzulhulaifah beliau berihlal.” (HR Muslim).
Apabila ternyata jamaah lupa tidak berniat di miqat maka jika memungkinkan kembali, tentu itu sangat baik. Akan tetapi, jika tidak mungkin karena kendaraan sudah berjalan jauh misalnya, maka ketika sadar akan hal itu, jamaah tersebut hendaknya segera melafazkan niat di tempat ia sadar. Hal ini untuk memenuhi rukun umrah atau haji sehingga hajinya menjadi sah.
Akan tetapi, karena jamaah berniat tidak di tempat miqat yang ditentukan, hal itu termasuk pelanggaran. Untuk ini, jamaah tersebut terkena dam dan harus menyembelih seekor kambing. Jelasnya, melafazkan niat ihlal itu hukumnya “rukun” yang harus dilaksanakan dan jika tidak dilakukan maka umrah/hajinya menjadi tidak sah. Sedangkan, melafazkan niat di miqat itu hukumnya “wajib” yang berakibat dam jika tidak dilakukan.
Sebaiknya, sesama jamaah harus saling mengingatkan tentang berniat di miqat ini. Jika ada pembimbing haji di bus yang mengangkut jamaah maka sebaiknya pembimbing tersebut mengingatkan dan memandu niat itu setelah seluruh jamaah berada di atas bus sebelum melanjutkan perjalanan dari Bir Ali menuju Makkah Mukarramah.