Selasa 18 Aug 2015 17:32 WIB

Geliat Berhaji di Nusantara

Suasana syukuran keberangkatan haji di tahun 1970-an.
Foto: Istimewa
Suasana syukuran keberangkatan haji di tahun 1970-an.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perjalanan haji nusantara mulai meningkat seiring naiknya perekonomian Nusantara berkat kemajuan perdagangannya. Perkembangan ini memberikan kesempatan baik bagi Muslim Nusantara untuk mengadakan perjalanan haji.

Selain itu, aliansi penguasa Nusantara waktu itu seperti Kesultanan Aceh, Banten, dan Mataram yang berhubungan baik dengan Kesultanan Ustmaniyah dan Syarif Makkah sangat berpengaruh dengan kemudahan yang diperoleh jamaah haji nusantara.

Di antara raja yang pernah mengirim utusan ke Arab untuk mendapatkan gelar dan memperoleh pengakuan sebagai sultan. Sultan Banten, Sultan Ageng Tirtayasa (tahun 1638) dan Sultan Mataram, Sultan Agung (1641).

Dikutip dari buku 'Haji dari Masa ke Masa' terbitan Kementerian Agama, menurut penuturan K.N Chaudry menyebutkan Makaah merupakan kutub religius umat Islam sedunia, dimana Muslim yang saleh rindu dan senantiasa ingin menyapanya walau hanya sekali seumur hidup.

Menurut penuturan van Leur, para jamaah haji yang akan bertolak ke Makkah ikut serta bersama rombongan pedagang dalam satu kapal. Ini dikarenakan masih terbatasnya kesempatan penduduk nusantara.

Boleh dikatakan, ibadah haji semasa pra konolial ibadah haji dilakukan secara parsial. Tanpa ada jejaring administrasi dan pengayturan yang terlembaga. Situasi ini berimplikasi terhadap tata cara keberangkatan haji yang belum terakomodir dengan baik.

Begitulah perjalanan pelaksanaan haji yang silih berganti mengalami suka dan duka hingga pada waktunya kolonial campur tangan mengurusinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement