Kamis 27 Aug 2015 17:23 WIB

Pegawai Pribumi Pertama yang Berhaji

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko
Bupati Bandung, R.A.A Wiranatakusuma
Foto: Wikipedia
Bupati Bandung, R.A.A Wiranatakusuma

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Naik haji adalah sebuah kemewahan di masa silam. Tidak semua pegawai pemerintahan dan orang berduit bisa naik haji. Pemerintah Hindia Belanda juga menetapkan sejumlah regulasi untuk membatasi pelaksanakan ibadah ini.

Michael Laffan dalam Islamic Nationhood and Colonial Indonesia: The Umma Below The Winds, mencatat, Bupati Bandung, R.A.A Wiranatakusuma adalah pegawai pribumi pertama yang diizinkan pemerintah untuk berhaji. Ia naik haji tahun 1924, kemudian menuliskan pengalamannya pada tahun 1925.

Kalangan aktivis Indonesia melihat ini sebagai siasat pemerintah untuk menambah martabat sang bupati di mata rakyat demi menentang komunisme. Kendati, pemerintah juga khawatir pegawai tinggi pribumi akan terpengaruh oleh propaganda pan-Islam dan anti-kolonial kalau dibiarkan pergi ke tanah suci. Dikatakan oleh Laffan, keputusan mengizinkan Wiranatakusuma untuk naik haji jelas bersifat politis.

Wiranatakusuma adalah tokoh yang kompleks dan seakan penuh paradoks. Seperti dituturkan Henri Chambert-Loir dalam Naik Haji di Masa Silam, Wiranatakusuma mengenyam pendidikan di ELS, kemudian masuk HBS (Hogere Burgerschool) berkat bantuan Snouck Hurgronje. Saat menjabat bupati, ia tampil sebagai sosok progresif.

Tahun 1912, ia mendukung Sarekat Islam, bahkan menulis surat kepada Gubernur Jenderal van Limburg Stirum akan faedah perkumpulan ini. Tetapi, ketika SI beralih menjadi organisasi politik anti pemerintah, Wiranatakusuma serta merta mengambil jarak dan menentang.

Sebelum berangkat ke tanah suci, Wiranatakusuma telah memberitahukan ia akan menulis kisah perjalanannya. Inisiatif itu langsung disambut baik surat kabar De Locomotief. “Cerita perjalanannya ke Mekkah menampilkan seorang yang mempunyai pengetahuan tinggi dan yang menguasai bahasa Belanda, Inggris, Perancis, dan Jerman,” catat Henri Chambert-Loir.

Kisah perjalanan haji ini mula-mula terbit dalam bahasa Belanda sebagai cerita bersambung di koran Bandung, Algemeen Indisch Dagblad de Preangerbode tahun 1925. Catatan kemudian terbit menjadi buku dengan sejumlah perbaikan pada tahun yang sama. Edisi bahasa Melayu terbit di Batavia tahun 1925 dengan judul Perdjalanan Saja ke Mekah. Setahun kemudian, terbit naskah serupa dalam bahasa Sunda.

Catatan Wiranatakusuma menjadi menarik, lantaran sarat akan pengalamannya sebagai jamaah haji dan tokoh masyarakat. Ia juga menulis kondisi pelaksanaan ibadah haji pada tahun terakhir pemerintahan Sharif Husein dan pertemuannya dengan beberapa tokoh Indonesia yang bermukim di Mekkah.

Sang bupati yang mempersunting cinta pertama Tan Malaka ini berangkat tiga bulan sebelum waktu berhaji. Ia meninggalkan Bandung pada 23 Maret, lewat Batavia pada 25 Maret, kemudian tiba di Jeddah pada 13 April 1924. Orang ramai berdesak-desakan mengantarkan kepergiannya di pelabuhan Tanjung Priuk. Bersambung..

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement