REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sejak kecil hingga remaja, keinginan Tutty Alawiyah hanya satu. Pergi haji. “Enggak ada keinginan ke negara lain waktu itu,” kata Pendiri Perguruan Islam As-Syafiiyah kepada Republika beberapa waktu yang lalu.
Niatan itu akhirnya dikabulkan Allah SWT. Kepala Badan Kontak Majelis Taklim ini pada tahun 1968 pergi haji pertama kali. Tutty berangkat bersama almarhum suami dan keluarganya. “Saat itu, bagi yang ingin pergi haji perlu mendaftar berdikari. Persiapannya luar biasa, apalagi duit masih terbatas. Alhamdulillah, melalui program itu kita berangkat tahun itu juga,” ungkapnya.
Mantan Menteri Peranan Wanita di Kabinet Pembangunan VII ini sempat merasakan pengalaman berangkat haji melalui kapal laut. Saat itu, belum ada moda transportasi pesawat udara. “Kapal yang saya naiki namanya Le Havre Abeto. Kapal ini mampu menampung penumpang sebanyak 1.050 orang,” kenang dia.
Di kapal itu, Tutty bersama tiga rombongan asal Bandung, Jakarta, dan Lampung. Ia menempati ruang kelas 2 yang bisa diisi empat, enam, hingga delapan orang. “Tiba di kapal. Tahu-tahu saya diminta petugas haji untuk mengisi acara radio. Kebetulan, saat itu, As-syafiyah baru setahun memiliki radio. Isi programnya ringan saja yakni mengajak penumpang naik ke atas untuk menghirup udara segar,” ucap dia.
Di atas kapal, ia bersama keluarganya menikmati makanan yang disediakan dengan pemandangan laut yang luas. Ketika waktu shalat tiba, setiap sudut kapal akan terdengar adzan. Selama perjalanan itu, Tutty sempat merasakan tiga kali berlabuh. Labuhan pertama, Kolombo, Srilangka.
“Di negara itu, saya diberi waktu panjang sehingga sempat charter taksi . Kebetulan, ada satu tokoh dari Persis meninggal dunia di kapal. Waktu itu, karena tidak ada yang tahu bagaimana menguburkan jenazah di laut kami memutuskan untuk menguburkan almarhum di darat. Saya sempat melihat kota Kolombo dari pelabuhan,” kata dia.
Diakui Tutty, perjalanan dari menuju Kolombo memang mendebarkan. Karena, kapal melalui laut dalam sehingga ombak yang menghantam kapal begitu dashyat. Ia sempat merasakan kapal bergoyang. “Alhamdulillah saya tidak mabuk laut,” kata dia tersenyum.
Selepas Kolombo, perjalanan kapal yang membawa Tutty dan keluarga berlanjut ke Ethiopia. Tak berhenti lama seperti di Kolombo, perjalan berlanjut menuju Aden, Yaman. “Kita sudah masuk Laut Merah,” kata dia menirukan teriakan calon jamaah haji saat mengetahui posisi kapal sudah mendekati Aden.
Tutty mengungkap selama perjalanan yang memakan waktu 15 hari, para calon jamaah haji memanfaatkan waktu untuk berdiskusi soal haji. Kemudian, Tanya jawab masalah agama. Ada juga yang mengisi waktu dengan menggelar lomba rebana, belajar berhijab dan sorban. “Saya sendiri khatam Alquran berkali-kali selama perjalanan itu,” kata dia. Bersambung..