Jumat 29 Jul 2016 16:43 WIB

Haji di Masa Sebelum Penjajahan

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agung Sasongko
Calon jamaah haji Indonesia saat pemeriksaan imigrasi sebelum berangkat ke tanah suci pada tahun 1938.
Foto: Gahetna.nl
Calon jamaah haji Indonesia saat pemeriksaan imigrasi sebelum berangkat ke tanah suci pada tahun 1938.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Boleh dikatakan pada masa pra kolonial, ibadah haji hanya dilakukan secara parsial tanpa ada jejaring administrasi dan pengaturan terlembaga. Ketika wilayah Nusantara memasuki era awal kolonial, khususnya VOC Belanda dan Inggris sempat menghalangi keberangkatan dan kepulangan jamaah haji dengan berbagai alasan.

Jauh sebelum Belanda menguasai seluruh Nusantara, awal cerita kolonial bangsa Eropa tidak dipisahkan dari peran Vasco de Gama. Keberhasilan Vasco de Gama mencapai Kalkuta, setelah berlayar melewati Tanjung Harapan (Afrika Selatan) pada 1485, adalah awal dari pengenalan Eropa di wilayah Asia Timur dan Nusantara.

Dalam waktu singkat para pelayar Eropa dari segala bangsa mulai memasuki perairan Selat Malaka. Ini menjadikan Malaka sebagai urat nadi perdagangan bangsa Portugis di Asia Tenggara. Kawasan ini bagi bangsa Eropa juga layaknya konstantinopel di Turki, yang menjadi jembatan antara Asia dan Eropa. Dan pada akhirnya Portugis berhasil menguasai Malaka pada 1511.

Dengan dikuasainya Malaka oleh Portugis dimulailah periode baru bagi Nusantara, terbukanya kontak dengan dunia Barat. Kedatangan bangsa Eropa ke wilayah Nusantara dilatarbelakangi berbagai faktor, mulai dari ekonomi, agama dan petualangan. Rempah-rempah menjadi salah satu komoditas utama pencarian bangsa Eropa. Demi perdagangan rempah Portugis mendirikan benteng dan pusat pertahanan bukan hanya di Malaka, namun hingga daerah-daerah pesisir lain.

Meskipun faktor agama belum memainkan peran pentingnya, namun pengalaman permusuhan antara pedagang-pedagang Islam di Persia hingga lautan India, ikut dirasakan di Malaka dan Nusantara. Pada awal abad ke 16. Portugis memproklamirkan sebagai penguasa Samudra Hindia. Kekuatan-kekuatan armada muslim lain juga berhasil di kalahkan Portugis. Pada 1509, Portugis mengalahkan pasukan gabungan Mesir-India dan sukses pula merebut Goa.

Setelah Malaka di taklukan, pada 1522 Portugis juga melumpuhkan Ternate, sebagai langkah menguasai perdagangan antara Cina, Jepang, Siam, Maluku di Samudra Hindia dan Eropa. Dengan dikuasainya Malaka para ulama dan pendakwah berbondong-bondong hijrah ke Sumatera, Jawa Maluku dan Borneo (Kalimantan). Muncullah tiga pusat kekuatan politik dan kebudayaan muslim di Nusantara.

Pusat Pertama lahir di Aceh, Sultan Ali Mughayat Syah berhasil mengalahkan Portugis dalam perang di Pidie pada 1521. Beberapa tahun kemudian, pada 1524 pecah perang Pasai dengan dikuasainya kembali utara Aceh dari Portugis. Aceh terus melancarkan serangan hingga berhasil merebut kembali Malaka antara 1529 hingga 1587. Pada 1618 dan 1620 kerajaan Aceh juga berhasil merebut Pahang, Kedah dan Perak.

Puncak kekuasaan dan kejayaan kerajaan Aceh berada di pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) yang kembali memperkekokoh dominasinya atas para penguasa lokal (uleebalang). Namun ambisi Sultan Iskandar Muda untuk menguasai seluruh Semenanjung Malaya berhasil dipatahkan pada 1626. Hal ini disebabkan hadirnya Kesultanan Johor membuat Semenanjung Malaya menjadi perebutan tiga kekuatan, Aceh, Portugis dan Johor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement