Jumat 05 Aug 2016 07:00 WIB
Mengenang Jatuhnya Pesawat Jamaah Haji di Sri Lanka

Puncak Adam dan Kesalahan Angka 40

Puncak gunung Adam atau Sri Pada
Foto: CNN
Puncak gunung Adam atau Sri Pada

Oleh Ahmad Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, Sabtu kelabu di Desa Badegan, 16 Kilometer dari Ponorogo, Jawa Timur. Rombongan IAIN Sunan Ampel Surabaya disertai pimpinan PN Garuda (sekarang Garuda Indonesia) harus menunaikan tugas berat. Memberi kabar pilu tentang tewasnya Liliek Herawati, salah satu pramugari Pesawat DC 8 Martin Air yang membawa jamaah haji asal Indonesia.

Pesawat ini jatuh usai menabrak gunung di Colombo, Sri Lanka pada 4 Desember 1974. Tak kurang 182 penumpang dan 9 awak pesawat tewas. Pemerintah Republik Indonesia (RI) pun menyatakan Hari Berkabung Nasional untuk mengenang wafatnya jamaah yang hendak transit ke Kolombo, Sri Lanka untuk terbang ke Jeddah, Arab Saudi.

Tabloid Adil melaporkan peristiwa penyampaian kabar tersebut. Imam Nurhadi, ayah dari almarhumah Liliek bertanya kepada rombongan. “Dimana anak saya sekarang?” Semua kepala tertunduk. Bibir mereka pun kelu. Tak ada kata yang terlontar untuk menjawab pertanyaan itu. Perlahan,  Wakil Dekan Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Cabang Ponorogo, Drs Ali Mashud memberanikan diri menyampaikan kepada Imam soal tewasnya putrinya tersebut. “Anak bapak sudah di surga.”

Rekaman adegan itu terjadi sesaat setelah pesawat dipastikan jatuh. Pesawat DC 8 Martin Air merupakan pesawat Maskapai Belanda yang di-charter PN Garuda untuk memberangkatkan jamaah haji. 

Tabloid Adil edisi Desember 1974 menulis, pilot tersebut cukup berpengalaman dan sudah menguasai medan di Sri Lanka. Termasuk untuk terbang di kawasan Tujuh Perawan yang memiliki Puncak Adam dengan ketinggian 2,243 meter.  Disebut Puncak Adam karena terdapat tapak kaki suci yang merujuk kepada wujud dari sebuah batu dengan lekukan seperti jejak kaki sepanjang 1,8 meter di atas puncak gunung. 

Mengapa tragedi ini terjadi? Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melansir hasil investigasi Asosiasi Penerbangan Dunia (FAA) yang dibenarkan Otoritas Penerbangan Sipil Sri Lanka. Berdasarkan laporan tersebut, penyebab kecelakaan adalah kesalahan manusia (human error). 

Pilot ternyata salah mengabarkan jarak pesawat dengan landasan. Pilot menyebutkan fourteen untuk mengabarkan bahwa penanda jarak di panel kontrol kokpit menunjukkan pesawat berjarak 14 mil dari daratan. Namun, menara pemantau menangkap ucapan tersebut sebagai fourty yang berarti 40. Akibatnya, terjadi kesalahan persepsi. Menara kontrol pun tak mampu memantau perbukitan yang berada di antara landasan dan jalur mendarat pesawat.

Lebih lanjut laporan itu menyebutkan, kesalahan fatal pilot adalah karena tidak memahami atau lupa bahwa  angka 14 dalam bahasa vokal penerbangan mesti disebutkan dengan "one four”. Sementara,  untuk angka 40 dalam bahasa vokal penerbangan mesti disebutkan dengan "four zero", sebagaimana kode verbal penerbangan internasional. 

Tujuannya, untuk membedakan pengucapan fourty (40) dan fourteen (14). Kedua angka itu rawan terdengar  sama ketika harus mengucapkannya melalui radio komunikasi. Karena format 14 jarang dipakai, investigator memutuskan pilot lalai dan kurang cermat dalam menyampaikan pesan jarak tersebut. Pesawat akhirnya membentur puncak bukit beberapa menit setelah pesan radio yang salah itu diterima menara pengawas.

Korban tragedi penerbangan haji tersebut makamkan secara massal di dua tempat yaitu di Maskeliya Sri Lanka dan Pemakaman Sunan Ampel di Surabaya.

Presiden Soeharto pun menetapkan 12 Desember 1974 sebagai Hari Berkabung Nasional. Hari dimana pemerintah menerima satu jenazah dari Kolombo, Pada hari berkabung ini, seluruh masyarakat diminta untuk menaikkan bendera setengah tiang. Penguburan satu peti jenazah  dilakukan dengan upacara militer.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement