Kamis 08 Sep 2016 14:37 WIB

Mengenang Musibah Jatuhnya Pesawat Haji DC-8

Rep: Amri Amrullah/Berbagai Sumber/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Pesawat Haji
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Pesawat Haji

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Peristiwa tragis yang tak pernah terlupakan dalam sejarah perhajian nasional adalah jatuhnya pesawat Martin DC-8 yang membawa jemaah haji Indonesia dari embarkasi Surabaya menuju Saudi Arabia. Pesawat buatan tahun 1968 milik Matin Air itu gagal mendarat di Bandara Badaranaike Kolombo dan jatuh di Maskeliya, Srilanka.

Musibah Kolombo yang terjadi pada 4 Desember 1974 pukul 18.38 waktu setempat ini, sangat menyayat hati. Pesawat milik Belanda yang disewa Garuda itu menabrak Bukit Adam atau Bukit Tujuh Perawan, sebelum mendarat sekitar 100 mil sebelah selatan dari bandara, yang acap kali dipakai mengisi bahan bakar. Pesawat mengalami kecelakaan setelah 4,5 jam terbang dari Surabaya.

Pesawat DC-8 buatan McDonnell Douglas, AS, dengan nomor penerbangan 138 itu hancur berkeping-keping. Sebanyak 182 jamaah haji, tiga pramugari dan delapan awak pesawat hancur dan tidak bisa lagi dikenali. Tercatat korban 16 orang dari LAmongan, satu orang asal Surabaya, 50 orang asal Sulawesi Selatan, tiga orang asal Kalimantan Timur dan 111 orang asal Blitar, Jawa Timur.

Insiden ini tidak hanya diliput secara besar-besaran oleh pers dari dalam dan luar negeri saat itu, namun juga diabadikan sebagai akhir dari kisah cinta serita roman ‘Burung-burung Manyar’ karangan YB. Mangunwijaya. Sebagai saksi tragedy ini bisa disaksikan antara lain di makam Syuhada Haji di Blitar.

Kolombo merupakan Ibukota Srilanka. Kota itu tertutup gunung yang menyulitkan pendaratan, terutama jika cuaca buruk. Pada 15 November 1978 kembali terjadi musibah kecelakaan pesawat di Kolombo. Pesawat DC-8 milik Islandia yang disewa Garuda untuk membawa jamaah haji asal Kalimantan Selatan dari Jeddah menuju Surabaya, gagal mendarat di Bandara Kolombo.

Pesawat jatuh 2,1 kilometer sebelum menyentuh landasan dan meledak pada pukul 22.53 waktu setempat, dan pecah menjadi tiga bagian. Analisa kecelakaan pada saat itu disebabkan, antara lain usia pesawat, pilot salah melakukan landing, fasilitas bandara kurang memenuhi syarat hingga cuaca buruk yang mengganggu jarak pandang pilot.

Sebagai saksi tragedi ini kini bisa disaksikan antara lain makam Syuhada Haji di Banjarmasin. Tragedi tersebut menewaskan 174 jamaah haji. Sedangkan 75 jamaah selamat. Sebuah keajaiban, ada 46 jamaah yang tak cedera sedikit pun. Menteri Agama saat itu, Alamsjah Ratu Prawiranegara datang ke Kolombo dan menjemput sendiri jamaah yang selamat hingga tiba di Bandara Kemayoran Jakarta.

Sejak dua insiden tersebut, Kolombo tidak lagi menjadi bandara transit untuk pengisian bahan bakar. Seiring digunakannnya pesawat DC-10 dan Boeing 747 yang dikembangkan dengan daya tempuh lebih jauh, pesawat haji kemudian mengisi bahan bakar di Abu Dhabi. Kini, pesawat bisa langsung menjangkau Jeddah atau Madinah secara langsung dari Jakarta, selain itu juga dari bandara embarkasi Balikpapan, Banjarmasin, Solo dan Makassar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement