Selasa 29 Nov 2016 13:40 WIB

Kemenag NTB: Masa Tunggu Haji di NTB 25 Tahun

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah petugas memeriksa barang bawaan jamaah calon haji di Asrama Haji Lingkar Selatan Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Foto: ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
Sejumlah petugas memeriksa barang bawaan jamaah calon haji di Asrama Haji Lingkar Selatan Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kanwil Kementerian Agama Provinsi NTB Maad Umar mengatakan, pemotongan kuota haji sebesar 20 persen untuk Indonesia, berdampak pada lamanya masa tunggu calon jamaah haji asal NTB. Pasalnya, sebelum adanya pemotongan tersebut, jumlah kuota haji NTB sebesar 4.494 orang.

"Namun, adanya pemotongan sebesar 20 persen membuat kuota jamaah haji NTB berkurang menjadi 3.596 orang, dengan 24 diantaranya adalah panitia penyelenggara haji daerah (PPHD)," katanya.

Umar megatakan, hingga saat ini, daftar tunggu jamaah haji NTB sudah mencapai 82 ribu orang. Jumlah ini diperkirakan terus akan meningkat mengingat Kemenag NTB terus membuka pendaftaran haji setiap harinya kecuali Sabtu dan Ahad.

Daftar calon jamaah haji asal NTB terbanyak datang dari Kabupaten Lombok Timur, Lombok Tengah, Kota Mataram, Lombok Barat, Kabupaten Bima, Kota Bima, Dompu, Sumbawa Barat, dan Kabupaten Lombok Utara. "Kalau pemotongan 20 persen dari pemerintah Arab Saudi masih berlanjut, maka daftar tunggu itu 25 tahun," ujarnya, Selasa (29/11).

Dia mengharapkan, pemotongan kuoto dari pemerintah Arab Saudi tidak berlanjut pada 2017. Ia masih menunggu, proses penandatanganan yang akan dilakukan Direktorat Penyelenggaraan Haji dengan Pemerintah Arab Saudi pada Januari mendatang. "Kita sih berharap kalau pemotongan itu dicabut di NTB akan lebih kurang seribu kuota kembali," ungkapnya.  

Kendati begitu, Umar mengimbau, warga NTB untuk tetap menggunakan jalur resmi dalam melakukan ibadah haji. Dia menilai, lamanya masa tunggu yang menjadi alasan masyarakat menggunakan jalur tidak resmi, tak bisa dijadikan alasan untuk berkunjung ke tanah suci. "Masyarakat kita inginkan lewat jalur resmi, kalau jalur yang tidak resmi berisiko," katanya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement