Selasa 27 Dec 2016 07:05 WIB

Haji tanpa Perbekalan

Kabah
Foto: Reuters/Fahad Shadeed
Kabah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abul Fatah, Utsman bin Jinni al-Mushily atau Ibnu al-Jinni Ra. Adalah ulama terkenal dibidang ilmu nahwu dan sastra. Masa kecilnya dihabiskan di kota Mosul, Irak.

Kesungguhannya dalam menelaah dan mempelajari ilmu tidak diragukan lagi. Karya ilmiahnya mencapai 67 jilid kitab.

Suatu ketika, Fatah al-Mushily melihat seorang remaja berjalan kaki tanpa sandal di tengah padang pasir yang panas, sementara bibirnya berkomat-kamit.

Kemudian keduanya saling memberi salam. “Wahai pemuda yang mulia, engkau akan pergi kemana?”

“Ke Baitullah di Mekah.”

“Mengapa bibirmu terus bergerak-gerak terus?” tanya Fatah al-Mushily

“Aku membaca Alquran,” jawab remaja.

“Aku lihat umurmu masih belum baligh.”

“Ya, aku melihat maut lebih mendekati orang-orang yang lebih muda daripadaku”

“Langkah-langkahmu pendek, sementara perjalanan ke Makkah sangat panjang dan jauh juga sulit”

“Aku hanya mengangkat kakiku saja, dan Allah-lah yang menyebabkan aku sampai ke tempat tujuan.”

“Adakah engkau membawa perbekalan dan kendaraan?”

“Bekal dalam perjalanan ini adalah kebergantungan pada Allah dan kendaraanku adalah kakiku.”

“Aku bertanya tentang makanan dan air untuk perjalananmu?”

Dengan penuh kesabaran remaja itu menjawab, “Wahai paman seandainya seseorang mengundang dan menjemput ke rumahnya, apakah paman akan membawa makanan dan minuman untuk dimakan disana?”

“tentu tidak perlu”

“Tuhanku tekah menjemput hamba-hamba-Nya untuk datang kerumah-Nya dna telah mengizinkan mereka untuk menziarahi-Nya. Karena keyakinannya yang lemah kepada-Nya, mereka terpaksa membawa makanan dan perbekalan. Ini yang kubenci dna aku telah memikirkan kemuliaan-Nya, apakah paman berpikir Dia akan membinasakanku?”

“Sudah tentu tidak”

Kemudian remaja itu pergi meninggalkan Fatah al-Mushily, mereka bertemu kembali di kota Makkah, remaja itu berkata “Wahai paman, apakah engkau masih lemah iman?”. Lalu dia membacakan syair-syair

“Pencipta alam semesta adalah yang menjamin rezeki ku. Jadi, mengapa kita ahrus mengganggu makhluk Allah untuknya?. Sebelum aku diciptakan, Tuhanku telah menetapkan sesuatu yang menyebabkan kerugian atau manfaat kepadaku. Ketika aku sehat, nikmat-nikmat-Nya menyertaiku, dan tatkala aku sedang memerlukannya, Dia menyenangkanku. Bukan karena kebodohanku menyebabkan rezeki ku berkurang, dna bukan pula karena kecerdasanku rezekiku akan bertambah”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement