Ahad 30 Apr 2017 14:47 WIB

Ditangkap Polisi di Pasar Seng

Jamaah haji Indonesia berbelanja di kawasan Makkah (Ilustrasi)
Foto: Republika/Zaky Alhamzah
Jamaah haji Indonesia berbelanja di kawasan Makkah (Ilustrasi)

IHRAM.CO.ID, Selama seminggu, di Bulan Maret 1996, wartawan Republika, bersama-sama sejumlah wartawan lain diundang PT Tiga Utama yang bekerja sama dengan Dallah Albaraka untuk meninjau persiapan penyelenggaraan haji di Jeddah, Makkah, dan Madinah.

Inilah catatannya: Kalau saja polisi Makkah tidak bisa menerima alasan yang saya lontarkan, barangkali saya akan menikmati penjara Arab Saudi. Sore sehabis shalat Isya di Masjidil Haram, saya berjalan-jalan ke Pasar Seng bersama seorang kawan dari majalah Forum serta dua orang crew AN Teve. Ini pasar yang populer bagi pendatang di Makkah, kala itu. Lokasinya hanya sekitar 50 meter dari kompleks masjid.

Tak satupun di antara kami yang membawa paspor. Saat check in, paspor diminta pihak hotel. Rupanya, wajah Melayu kami menarik perhatian enam orang polisi yang tengah berpatroli. Lima orang polisi tengah memeriksa identitas pendatang lain. Kalau dilihat dari wajah dan aksen bicara, mereka berasal dari Pakistan, Srilangka atau India. Seorang lagi kemudian memeriksa kami berempat.

Saya hanya bengong saja ketiga ditanya paspor. Ketika saya menjawab paspor saya tertinggal di hotel, rupanya polisi tadi tak paham. ''Surat...,'' katanya kemudian. Saya kemudian menunjukkan kartu pers dan KTP, dia menggeleng dan tetap menanyakan paspor. Teman saya kemudian menunjukkan kunci Hotel Hilton.

Di antara kami berempat, memang hanya dua orang yang memegang kunci. Dua pemegang kunci tak lagi ditanyai, saya dan kameramen AN Teve yang dikira orang Mongolia lagi-lagi didesak soal paspor. Dijelaskan bahwa kami tinggal dalam satu kamar untuk dua orang, mereka tak juga mengerti.

Ketika saya mengajak polisi tadi ke Hilton, dia menggeleng. Tanpa berbicara apa-apa, mereka meninggalkan kami. Dirut Tiga Utama, Ande Abdul Latief, hanya tersenyum saja mendengar kisah itu. ''Kalau keluar kamar, jangan lupa membawa kunci atau sampul kunci hotel,'' katanya mengingatkan.

Polisi Makkah tak akan mencurigai tamu hotel berbintang lima tadi, sekalipun dia ditemukan tak membawa paspor. ''Jika di antara Anda berempat ada seorang tak membawa identitas, yang ditangkap bukan hanya siapa yang tak memiliki identitas, tetapi kalian berempat,'' katanya kemudian.

Pengawasan yang ketat terhadap para pendatang di Arab Saudi, khususnya di Jeddah, Makkah, dan Madinah menjelang kehadiran jamaah haji, bukannya tanpa alasan. Menteri Dalam Negeri Saudi Arabia, sebagaimana dikutip Saudia Gazette, juga mengingatkan, agar pendatang patuh terhadap ketentuan imigrasi. ''Pendatang yang over stay akan dideportasi,'' katanya.

Wajar jika pengawasan ekstra ketat. ''Pada musim haji, tak akan ada pemeriksaan lagi,'' kata Ande. Tak hanya di Makkah, pemeriksaan terhadap pendatang cukup ketat. Di Jeddah, misalnya, patroli polisi di sejumlah kawasan strategis juga cukup gencar.

Dari pengamatan Republika, polisi yang bertugas di kawasan perdagangan Chorniche -- dikenal pula dengan pasar Balad -- sering menangkap pendatang tanpa paspor. Di Makkah sendiri, pemeriksaan sebenarnya berlapis. Di perbatasan tanah Haram, sekitar 10 Km dari Makkah ada pos pengawasan untuk pengawasan orang asing.

Sebenarnya pengawasan ketat itu sekadar tindakan awal guna mencegah munculnya pemukim baru tanpa visa. Banyak memang jemaah haji yang kemudian memperpanjang masa tinggal, tanpa memperpanjang visa haji mereka. Untuk yang terakhir ini, pemerintah Saudi Arabia, menerapkan strategi, jamaah haji tak boleh memegang paspor.

''Ini untuk memudahkan kontrol, apakah jamaah kembali ke negaranya atau tidak,'' kata Ketua Muasassa Asia Tenggara, H. Abdulkadir Yahya Nuri. Cara demikian ternyata efektif.

Musim haji, kata sejumlah warga Indonesia di Jeddah, seolah menjadi daya tarik para pendatang mengais rezeki di Arab Saudi. ''Jangan kaget jika banyak sopir taksi belum kenal jalan di sini,'' kata Salahuddin. Disisi lain, jangan gampang tergiur dengan orang asing yang pandai berbicara Indonesia. ''Mereka hanya bisa say hello, setelah itu tak tahu apa-apa,'' katanya kemudian.

Di berbagai tempat strategis, seperti pasar atau perbelanjaan, memang tampak banyak wajah Indonesia. Banyak juga warga asing, seperti India, Pakistan, Bangladesh pun bisa berbicara Indonesia. Namun keburu gembira. Seorang rekan wartawan, Syam Alamsyah, pernah kebentur soal ini. Saat menunggu taksi, dia didatangi seorang sopir yang menawarkan taksinya dalam bahasa Indonesia.

Ketika taksi mulai bergerak, dia bingung. ''Ketika menawarkan mereka menggunakan bahasa Indonesia. Ayo mas naik taksi saya,'' kata Syam. Ketika berjalan, diajak omong Indonesia bengong, bahasa Inggris tak tahu. ''Jangan-jangan bahasa Arab juga tidak mengerti,'' selorohnya mengenai sopir taksi asal India tersebut. Beruntung Syam tidak kesasar. Padahal banyak kisah kesasar ketika naik taksi karena sopir taksi tak hafal jalan-jalan di sana.

Di sejumlah pasar atau pembelanjaan di Jeddah, Makkah atau Madinah, bahasa Indonesia cukup populer. Soal tawar menawar bisa menggunakan bahasa Indonesia. Sekali, atau dua kali akan mulus. Namun untuk pembicaraan ketiga, boleh jadi akan menggunakan bahasa Tarsan. Kalau toh masih tidak paham juga, para pedagang di sana tak kekurangan akal. '

'Kan ada kalkulator. Disini bahasa kalkulator jadi pilihan,'' seloroh seorang rekan wartawan. Apa itu bahasa kalkulator? Pedagang menyebut harga dengan memencet angka-angka, pembeli melakukan hal yang sama. Kalau sudah ada ungkapan halal, artinya tawaran Anda diterima. Perlu diingat, kalau penjual menawarkan harga, Anda jangan coba-coba menawar terlampau murah, kalau tak mau diusir.

Soal usir-mengusir, seolah menjadi hal biasa. Di Makkah, misalnya, hati-hati Anda naik taksi. Kalau bisa jangan naik taksi yang berwarna kuning kunyit. Taksi ini biasa mangkal di depan Masjidil Haram. ''Kalau sopirnya marah, Anda bisa diusir di tengah perjalanan,'' cerita Salahuddin pemandu dari PT Tiga Utama. Apa yang membuat sopir marah? Anda menolak memberi uang tambahan atau Anda tidak setuju sopir menambah penumpang di perjalanan. Di sini, sekalipun Anda telah mencarter, sopir taksi bisa seenaknya mengambil penumpang.

sumber : Dilansir dari Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement