IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu Kemenag Ramadan Harisman mengatakan pemanfaatan Biaya Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) untuk pembangunan maupun investasi lainnya tidak perlu meminta izin lagi kepada jamaah. Sebab, selama ini, ketika pengelolaan dana haji dilakukan oleh Kementerian Agama, para calon jamaah haji telah mengisi dan menandatangani formulir akad wakalah ketika membayar setoran awal BPIH.
Dalam formulir akad wakalah tersebut, calon jamaah haji selaku Muwakkil memberikan kuasa kepada Kementerian Agama selaku Wakil, untuk menerima dan mengelola dana setoran awal BPIH yang telah disetorkan melalui Bank Penerima Setoran (BPS) BPIH sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Penerapan akad wakalah juga diatur ketika keuangan haji dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
"Ketentuan mengenai pengisian dan penandatangan akad wakalah tersebut diatur dalam Perjanjian Kerja Sama antara Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama, dan Bank Penerima Setoran BPIH tentang penerimaan dan pembayaran BPIH," ujarnya melalui siaran pers yang diterima Republika di Jakarta, Sabtu (29/7).
UU Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dan peraturan pemerintah tentang pelaksanaan UU tersebut juga mengatur bahwa BPKH selaku Wakil akan menerima mandat dari calon jamaah haji selaku Muwakkil. Mandat ini untuk menerima dan mengelola dana setoran BPIH.
UU 34/2014 mengamanatkan pengelolaan keuangan haji dilaksanakan oleh BPKH. Badan ini merupakan badan hukum publik yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama.
Organ BPKH terdiri atas badan pelaksana dan dewan pengawas yang bertugas mengelola penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban keuangan haji. Nilai manfaat (imbal hasil) atas hasil pengelolaan keuangan haji oleh BPKH dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kepentingan jamaah haji.
Kepentingan jamaah haji antara lain dalam bentuk peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, rasionalitas dan efisiensi BPIH, serta kemaslahatan umat Islam. Ramadan menambahkan, dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, BPKH berwenang menempatkan dan menginvestasikan keuangan haji.
Sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan pelaksanaan UU 34/2014, opsi pengembangan keuangan haji oleh BPKH dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya. Namun, dalam melakukan penempatan dan/atau investasi keuangan haji, BPKH harus senantiasa mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas serta kesesuain dengan prinsip syariah.
"Hal ini mengingat dana haji adalah dana titipan masyarakat yang akan melaksanakan ibadah haji," kata Ramadan.
Ia menambahkan anggota badan pelaksana dan anggota dewan pengawas bertanggung jawab secara tanggung renteng terhadap kerugian atas penempatan dan/atau investasi keuangan haji secara keseluruhan yang ditimbulkan atas kesalahan dan/atau kelalaian dalam pengelolaanya. BPKH juga wajib menyusun rencana strategis (Renstra) untuk jangka waktu lima tahun.
Berdasarkan Renstra tersebut, BPKH lalu menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan yang merupakan penjabaran secara rinci mengenai bagaimana dana haji akan dikelola pada periode itu. Termasuk di dalamnya kebijakan mengenai berapa besar dana haji yang akan ditempatkan dalam produk perbankan dan/atau diinvestasikan pada surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya.
Renstra serta rencana kerja dan anggaran tahunan BPKH yang akan menjadi acuan BPKH dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan haji, akan ditetapkan oleh badan pelaksana BPKH setelah terlebih dahulu dibahas dan mendapat persetujuan dari DPR. "Hal ini sesuai pasal 45 ayat 4 UU 34/2014 tentang pengelolaan keuangan haji," kata Ramadan menjelaskan.