IHRAM.CO.ID,MAKKAH -- Nashih Nashrullah, dari Makkah, Arab Saudi
Jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari waktu Saudi. Suhu cuaca cukup hangat pada waktu malam. Teriakan dan canda anak-anak, begitu riang. Terdengar di pelataran Masjid al-Haram, waktu malam jelang pagi. Mereka berlarian. Bercengkerama bersama saudara-saudaranya. Sebagian ada pula yang bermain petak-umpet. Sesekali terdengar tangisan, namun suara gelak tawa riang terindera jelas di telinga, lebih mendominasi.
Suasana malam hari di Masjid al-Haram, memang berbeda dengan masjid-masjid lainnya. Keramaian tidak hanya berpusat di pelataran Ka’bah, bagian dalam Masjid al-Haram, tetapi juga di halaman sekitar masjid. Pemandangan ‘kehidupan malam’ ini memang hal jamak di sebagian besar kawasan Timur Tengah. Tak jarang suasana malam negara-negara di wilayah ini, jauh lebih rame di malam hari, ketimbang siang. Apalagi di Makkah, cuaca siang hari bisa menembus 48 hingga 50 derajat celsius lebih.
Pilihan mengajak anak-anak bermain di Masjid al-Haram, adalah alternatif menggembirakan sekaligus opsi jalan-jalan yang edukatif bagi keluarga Sulaiman. Pria 45 tahun ini datang ke Makkah untuk melaksanakan umrah membawa serta keempat anaknya yang masih kecil-kecil. Sudah beberapa hari dia berada di Makkah. Meski jarak antara Makkah dan Qasim kurang lebih 580 km, kurang lebih setara dengan jarak Jakarta-Surabaya.
Kepada Republika, Sulaiman mengatakan dia dan keluarganya menyempatkan umrah, di tengah-tengah kesibukannya menjalankan perniagaan. Kesempatan umrah sebelum puncak haji memang masih terbuka, hingga sepekan sebelum puncak ibadah ini dilakukan. Pemerintah akan melarang warga Saudi yang tinggal di luar Makkah, menunaikan umrah atau ibadah haji.
Raut muka ‘malaikat-malaikat’ kecil Sulaiman dan kegemberian terpancar jelas. Tak terlihat kesan kantuk di mata-mata lentik segenap buah hatinya. “Mereka sangat senang berumrah sekaligus berwisata di al-Haram,” kata dia. Bagi Sulaiman, kesempatan ini sekaligus menumbuhkan kecintaan mereka terhadap Masjid al-Haram, tempat suci, kebanggaan umat Islam dunia. “Saya ingin anak-anak saya dekat dan mencintai masjid ini sejak dini,” tutur dia.
Pemandangan yang tak lazim, bila menengok tradisi yang berlaku di Tanah Air. Sebagian masyarakat, barangkali justru melarang anak-anak bermain di masjid. Beragam alasan mendasari pelarangan itu, tetapi yang paling jamak adalah, kehadiran para ‘malaikat kecil’ itu justru dianggap hanya menimbulkan kegaduhan, meski mereka cuma berkelakar di halaman.
“Saya menyadari memang masjid bukan taman bermain,” kata Muhammad Badar. Tetapi keputusan mengajak lima anaknya berumrah sekaligus mendekatkan mereka dengan suasana masjid juga dianggap sangat tepat oleh pria asal Jeddah ini. “Biarlah mereka bermain riang di pelataran masjid. Saya tetap jaga batasan kepatutannya,” kata dia.
Islam dan masjid tak pernah terpisahkan. Masjid menjadi fondasi utama Islam menorehkan sejarah gemilang. Para ‘malaikat’ kecil itu mengajarkan kepada kita tentang kecintaan kita terhadap masjid dan pentingnya menanamkan kecintaan tersebut kepada anak-anak kita sejak dini. Subtansi yang sama, saat Rasulullah SAW, mengajak kedua cucu tersayangnya turut serta, yaitu Hasan Husain, ke Masjid Nabawi, ketika itu. Terimakasih wahai para ‘malaikat kecil’.