IHRAM.CO.ID, MADINAH -- Pandangannya nanar, kecemasan terlihat jelas di wajahnya. Kedua matanya tampak sayu. Mukena putih masih membalut tubuhnya dan di tangannya tersampir sajadah. Dia tampak berdiri sambil celingak-celinguk, matanya menyisir celah lalu-lalang jamaah di pelataran Masjid Nabawi.
Waktu menunjukkan pukul 07.00. Seorang pria mengaku menemukan nenek tersebut sedang kebingungan sejak subuh di depan gerbang 21. Namanya Sarikem Karso Dimedjo dari Blitar, Jawa Timur. Usianya 67 tahun.
Nenek Sarikem mengaku terpisah dari rombongannya ketika sibuk mencari sandalnya saat keluar masjid. Setelah menemukan sandalnya, dia justru kehilangan rombongannya. "Saya ngambil sandal, tahu-tahu teman-teman saya sudah tidak ada," katanya dengan suara bergetar, beberapa hari lalu.
Sarikem kemudian dibawa ke pos Sektor Khusus persis di sebelah pintu 21. Dia tidak sendiri. Di sana sudah duduk sejumlah 'pasien' yang menunggu dipulangkan ke hotel masing-masing.
Petugas Perlindungan Jamaah (Linjam) yang bertugas saat itu, Lina Dwi Yunitasari, menenangkan Sarikem dan memintanya duduk. Dia kemudian menyapa dan bertanya dengan bahasa Jawa halus.
Dia memeriksa gelang baja yang dikenakan Sarikem, menulis informasi yang tertera dalam file kertas yang hampir selalau berada dalam genggamannya. Dari situ, petugas bisa mengetahui nama, nomor paspor, dan embarkasi jamaah. Petugas kemudian mencari di peta letak hotel berdasarkan embarkasi itu.
Tidak lama untuk menemukan hotel nenek Sarikem. Tapi, dia harus mengantre untuk diantarkan karena terbatasnya tenaga Linjam. Bayangkan, satu petugas Linjam berjaga selama delapan jam.
Sarikem masih bisa dianggap 'beruntung'. Tas kecilnya masih tergantung lengkap di lehernya. Dia pun mengenakan sandal. Beberapa menit berselang, datang satu pasien lain. Seorang bapak mengantarnya ke pos.
Kondisinya sungguh mengundang prihatin. Mukenanya lusuh. Dia berjalan tanpa sandal, hanya beralaskan kaos kaki putih. Tas kecilnya hilang, identitasnya hanya tersisa gelang dan syal hijau oranye di lehernya. Saat berjalan tubuhnya agak bungkuk.
Nenek 73 tahun itu mengaku bernama Dewi Rahman. "Ini kok ketua rombonganku yo nggak cari-cari kalau aku hilang," katanya mengungkapkan kekesalan.
Dia mengatakan, semalam menginap di hotel jamaah lain. Jamaah itu menaruh iba dan menawarinya menginap di hotelnya. Saat ditawari kue oleh petugas, dengan lahap dia menelannya.
Dewi berasal dari embarkasi Surabaya. Sambil menunggu didata petugas, Dewi bercerita dia telah menunggu selama tujuh tahun berhaji di Tanah Suci. "Dari jualan semanggi (pecel) nak. Saya kumpulkan Rp 500, Rp 1.000 selama 20 tahun," katanya membuka kisah.
Sayangnya, suaminya tak cukup umur hingga menemaninya berhaji. Seorang petugas beranjak mengajak nenek Dewi untuk kembali ke hotelnya. Sedangkan nenek Sarikem sudah bisa bernapas lega setelah akhirnya bertemu rekan sesama KBIHnya di tangga saat hendak menuju toilet.