Kamis 05 Oct 2017 20:44 WIB

Komisi VIII DPR RI Bentuk Panja RUU Haji dan Umrah

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Agus Yulianto
Ketua Komisi VIII Ali Taher Parasong
Foto: dok. Kemenag.go.id
Ketua Komisi VIII Ali Taher Parasong

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR RI membentuk panitia kerja (panja) Rancangan Undang-undang Haji dan Umrah. Panja ini akan mempersiapkan undang-undang penyelenggaraan haji dan umrah untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong menjelaskan, undang-undang yang baru ini diperlukan salah satunya sebagai proteksi terhadap jamaah umrah agar mendapatkan jaminan kepastian dan perlindungan.

Hal ini mengingat umrah menjadi alternatif masyarakat Indonesia pergi ke Tanah Suci. Selama 10 bulan dalam setahun, tercatat rata-rata 875 ribu orang pergi umrah per tahun, dengan distribusi 3.000-4.000 jamaah per hari. Sementara pada UU Nomor 13 Tahun 2008, hanya terdapat 4 pasal terkait umrah dan dinilai sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini.

"Melihat hal ini, perlu ada aturan baru. Kita dorong agar satu tahun ini selesai," ujar Ali kepada Republika.co.id, Kamis (5/10).

Menurut Ali, pembahasan ini telah dilakukan sejak tahun 2016 dan perlu waktu sekitar lebih dari setahun untuk menyelesaikannya. Semua materi yang dibahas melibatkan seluruh stakeholder penyelenggara haji dan umrah.

Idealnya, kata Ali, tahun depan selesai karena saat ini proses yang dilakukan oleh Panja sudah sampai mengumpulkan 110 Daftar Investarisasi Masalah (DIM) yang diajukan oleh DPR RI dan pemerintah.

Ali memaparkan, dalam DIM tersebut sedikitnya membahas 6 persoalan besar yaitu menguatkan peran penyelenggaraan haji dan haji khusus, peningkatan kualitas pelayanan haji dan haji khusus, peningkatan kualitas penyelenggara umrah, termasuk kelembagaan-kelembagaan atau badan-badan yang ada termasuk badan pengawas haji, serta anggaran haji dan umrah.

"Anggaran menyangkut beberapa hal, pertama menyangkut anggaran yang sudah terakumulasi menjadi Rp 100 triliun, ini kan dilaksanakan oleh badan baru, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Bagaiamana irisan dengan keuangan yang diselenggarakan oleh Kemenag, yang bukan APBN tapi murni dari masyarakat," kata Ali.

UU tersebut juga akan mengatur mengenai masalah pidana para pihak yang melanggar atau mengabaikan prinsip-prinsip penyelenggaraan haji dan umrah. Sebagai contoh, First Travel yang menghimpun dana tetapi menggunakan dana tersebut bukan pada maksudnya, misalnya untuk kepentingan investasi di luar kepentingan umrah, dan itu di luar negeri.

Melihat hal tersebut, juga akan diatur sejauh mana peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan monitoring terhadap penyimpangan pengelolaan keuangan sesuai dengan izin yang diberikan. Kemudian DPR juga akan membedah sejauh mana penyelenggaraan umrah itu melibatkan Kemenag sekaligus juga melibatkan Kementerian Pariwisata dalam soal legalitasnya.

"Kita adopsi mana perlu diisi kekosongan hukum itu. Kita jadikan prioritas, mudah-mudahan selesai tahun depan," kata Ali.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement