IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini, sanksi yang diberikan pemerintah untuk Biro Haji dan Umroh (BHU) yang bermasalah dan belum memiliki izin, masih terlalu lemah. Hal itu terlihat dari masih ada BHU yang bermasalah, tapi masih tetap menayangkan iklan, dan bahkan menerima para calon jamaah.
"Sanksi yang diberikan masih terlalu lemah. Buktinya, mereka tetap saja melakukan kegiatan operasional seperti biasa. Ini harus diberikan sanksi secara tegas dan ada upaya untuk penertiban BHU yang bermasalah," tegas Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Nanang Samodra menilai, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (28/3).
Sebenarnya, kata Nanang, bukan hanya BHU yang bermasalah dalam memberangkatkan jamaahnya. Tapi, banyak juga BHU yang bermasalah pada pelayanan saat pemberangkatan. Nanang memberikan contoh, ketika sampai di Indonesia, konsumen harus mengurus bagasi sendiri.
"Tidak hanya itu, waktu pulang pesawatnya mendarat dulu di bandara yang berbeda, tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Jelas ini tidak profesional," tambah Politikus Partai Demokrat ini.
Nanang juga menanyakan kepada Kementerian Agama, apakah umrah itu konteksnya berwisata atau ritual agama. Sebab, banyaknya nama-nama BHU yang menggunakan nama-nama wisata. Oleh karena itu, dia menyarankan, agar Kemenag memberikan bobot kombinasi, berapa persen untuk wisata dan ibadah, hingga bisa proporsional.
Namun, Nanang juga memberikan apresiasi atas terobosan Kemenag yang meluncurkan aplikasi Umrah Cerdas. Aplikasi tersebut berguna untuk mengecek BHU mana yang sudah terdaftar, sehingga masyarakat bisa merasa aman dalam menggunakan jasa BHU tersebut. "Ini cukup melegakan kita, terutama sebagai jamaah untuk lebih merasa nyaman berumrah nantinya," katanya.