IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) RI membahas pelimpahan nomor porsi calon jamaah haji yang meninggal pada keluarga dari sisi hukum Islam dan positif. Kemenag RI mengundang 100 ulama dan kiai dari seluruh Indonesia menghadiri kegiatan Muzakarah Perhajian Indonesia di Jakarta.
"Soal hukum ini penting, karena beberapa persoalan,"kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Nizar Ali saat membuka Muzakarah Perhajian Indonesia di Jakarta, Rabu (2/5) malam.
Nizar mengatakan ada dua hal penting yang bisa menjadi pertimbangan. Pertama, tiba-tiba meninggal, padahal sudah menunggu lama. Ia mengasumsikan, calon jamaah haji yang berangkat 2018 adalah antrian 2010 dan sebagian 2011.
Artinya, calon jamaah tersebut sudah mengantri delapan tahun. Namun, saat waktunya berangkat, dia meninggal dunia. Hal itu yang menjadi masalah.
Nizar mengatakan, beberapa pihak mengusulkan agar porsi milik calon jamaah haji tersebut bisa dilimpahkan pada keluarga. Hukum Islam menyebutnya sebagai tirkah (warisan almarhum/ah).
Melihat sisi keadilan, muncul pertanyaan, apakah bisa porsi tersebut dilimpahkan pada anggota keluarga terdekat. Dengan demikian, hal itu masuk ke ranah hukum positif untuk membatasi keluarga yang paling terdekat.
Nizar mengatakan, rencana kebijakan itu sudah mendapat dukungan dari Komisi VIII DPR RI. Ia meyakini Muzakarah ini penting untuk penguatan dan legalitas pelimpahan porsi calon jamaah haji yang wafat kepada keluarga.
"Penting karena ke depan, kasus ini akan terus ada. Sehingga perlu dasar hukum dan proses hukumnya,"tutur dia.
Nizar mengatakan Kemenag RI mengajukan draf perubahan PMA Nomor 14 Tahun 2012, khususnya Pasal 16 ayat (1) dan (2) pada Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham) RI. Pasal 16 ayat (1) berbunyi, jamaah haji yang telah ditetapkan sebagai jamaah yang berhak melunasi dan/atau jamaah haji yang telah melunasi BPIH pada tahun berjalan meninggal dunia sebelum keberangkatan, Nomor Porsi jamaah Hhaji yang bersangkutan dapat dilimpahkan kepada anak kandung, suami, istri, atau menantu.// Sementara ayat (2) menerangkan, //dalam ayat (2) pelimpahan nomor porsi sebagaimana di maksud pada ayat (1) hanya diberikan 1 (satu) kali kesempatan.
"Ini butuh kajian dari sisi hukum Islam dan posistif. Kaitannya apakah porsi haji masuk hukum tirkah (peninggalan) atau tidak,"tutur dia.
Selain itu, pelimpahan juga akan melihat sumber anggaran calon jamaah haji yang meninggal untuk mendaftar haji untuk menegaskan kepastian tirkah.
Kedua, prinsip keadilan. Nizar tak menampik, banyak pihak yang menganggap pengembalian uang pada keluarga usai menunggu begitu lama merupakan bentuk ketidakadilan. Sehingga, ia mengatakan, rekomendasi-rekomendasi hasil Muzakarah Perhajian Indonesia ini penting.
"Perlu pencerahan ulama kiai. Sehingga bisa laksanakan prinsip satu keadilan. Prinsipnya first come first serve (pertama datang, pertama dilayani), tutur Nizar.




